Walhi Soal Sawit: PSI Partai Milenial Beragenda Kolonial

Tim | CNN Indonesia
Selasa, 18 Sep 2018 10:00 WIB
Walhi menilai PSI salah kaprah karena telah mendukung ekspor komoditas sawit dan menyebut apa yang diserukan partai itu sebagai agenda kolonial.
Ketua PSI Grace Natalie. Partainya sedang dikritik setelah menayangkan video yang mengajak publik mendukung ekspor komoditas sawit. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Klarifikasi Partai Solidaritas Indonesia atas video bertajuk Gadget Murah Karena Sawit yang diunggah akun facebook PSI tetap tak memuaskan sejumlah pihak. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) bahkan menyebut PSI sebagai partai milenial yang mengusung agenda kolonial.

Walhi menilai PSI gagal paham terhadap persoalan mendasar sawit di Indonesia meski sudah menyampaikan klarifikasi kepada publik lewat akun twitter resmi partai, @psi_id.

Lewat akun resminya, @walhinasional, organisasi di bidang advokasi lingkungan hidup itu mengunggah sebuah video pendek berisi sindiran terhadap klarifikasi PSI.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Katanya partai milenial, kok agendanya kolonial hai sis-bro PSI," demikian sindiran dalam tayangan video Walhi.

Perdebatan soal sawit ini dipicu oleh video yang diunggah PSI di akun Facebooknya. PSI dalam video itu mengajak mendukung ekspor komoditas nasional terutama sawit di tengah nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang tidak menentu.

PSI menyebut sawit sebagai komoditas yang menyumbang devisa terbesar, sehingga dukungan terhadap ekspor sawit bisa memperkuat nilai tukar rupiah. Harga barang impor seperti gadget pun menjadi murah.

Video itu diunggah pada Kamis (13/9) pekan lalu dan langsung menuai kritik sebagian masyarakat dan kalangan LSM di bidang lingkungan termasuk Walhi. PSI pun langsung memberikan penjelasan soal video itu dengan tajuk 'Kami Pro "Sawit Putih' dan Anti 'Sawit Hitam'.

Klarifikasi itu berdasarkan keterangan Rizal Calvary Marimbo, Juru Bicara PSI Bidang Ekonomi, Industri, dan Bisnis.

PSI menyebut inti video itu sejatinya adalah fokus pada upaya menstabilkan rupiah yang salah satu caranya dengan menggenjot ekspor.

"Ini semacam insentif agar defisit perdagangan kita kembali bisa diperkecil untuk memperkuat rupiah," kata Rizal.

Sikap PSI soal sawit adalah mendukung bisnis "sawit putih" dan menolak bisnis 'sawit hitam". PSI berpendapat seperti sektor bisnis lain, industri sawit memiliki aspek hitam dan putih.

"Kami pada prinsipnya tidak menutup mata bahwa ada banyak masalah lingkungan dan hubungan industrial di seputar industri sawit... Faktanya, di satu sisi kekuatan ekonomi kita masih bertumpuh kepada industri sawit," kata Rizal.

"Industri ini pada tahun 2017 menyumbang devisa sebesar USD 23 miliar atau setara Rp300 triliun. Dalam "era Pasca Migas", industri sawit menjadi primadona disusul pariwisata. Kita tak bisa menampik kenyataan bahwa penyumbang pada penyehatan neraca perdagangan RI adalah sawit. Laporan BPS Januari 2018, total ekspor nasional tahun 2017 bernilai USD 168,7 miliar, yang terdiri atas ekspor Migas USD 15,3 miliar, dan ekspor nonmigas (termasuk ekspor sawit) USD 152,9 miliar," ujar Rizal melanjutkan.

Walhi Soal Sawit: PSI Partai Milenial Beragenda KolonialPekerja di perkebunan sawit. (CNN Indonesia/ Hesti Rika)
Klarifikasi itu tak menyurutkan kritik Walhi. Dalam konteks global, Walhi menyatakan video PSI tentang sawit yang bertujuan mendukung penguatan rupiah, tidak memiliki keterkaitan.

Selain itu, Walhi menegaskan bahwa sawit sebagai penopang ekonomi bangsa Indonesia adalah mitos, termasuk pembagian PSI soal bisnis "sawit putih" dan "sawit hitam".

"Bagi kami, tidak ada sawit "putih" atau berkelanjutan, karena karakter komoditas ini adalah monokultur dan sudah dipastikan menghancurkan hutan," tegas Walhi.

Walhi mematahkan argumen lain PSI soal sawit. Walhi argumen bahwa sektor sawit memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional, sebagai dasar tunggal kebijakan sangatlah tidak tepat.

"Dan klaim devisa juga tidak tepat karena sebagian besar devisa hasil ekspor justru disimpan di negara suaka pajak. Sementara perkebunan kelapa sawit juga berdampak negatif besar pada hak-hak dasar dan kelangsungan hidup rakyat," kata Walhi

"Dari sisi penerimaan pajak justru menunjukkan fakta sebaliknya. Pada tahun 2015, tercatat tingkat kepatuhan perusahaan hanya 46,34%. Negara kehilangan potensi penerimaan pajak sebesar 18 triliun rupiah setiap tahunnya dari ketidakpatuhan tersebut," lanjut Walhi mengutip laporan KPK pada 2016.

Sosiolog Tamrin Tomagola ikut melontarkan kritik terkait video PSI mengenai sawit. Di akun twitternya, @tamrintomagola, ia menyebut PSI kurang baca, kurang kajian, kurang turun ke lapangan, kurang antisipatif/pertimbangan, dan kurang paham seluk-beluk sawit.

"Tidak ada sawit putih," kata Tamrin. "Industri sawit itu hitam, bencana: bencana bagi keragaman hayati, buruk bagi rakyat, buruk bagi negara," ujarnya melanjutkan.
(wis)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER