Polri Tidak Tahu Tersangka Hoaks Demo MK Dijerat Beleid Uzur

Tim | CNN Indonesia
Selasa, 18 Sep 2018 23:59 WIB
Polri menyatakan penetapan tersangka hoaks unjuk rasa di MK sekaligus pasalnya ditetapkan melalui proses gelar perkara.
Ilustrasi simulasi pengamanan unjuk rasa di Mahkamah Konstitusi. (Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal (Dittipidsiber Bareskrim) Polri menjerat tujuh orang sebagai tersangka, dalam kasus penyebaran hoaks atau berita bohong tentang simulasi penanganan demonstrasi di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) dengan undang-undang yang uzur.

Hanya saja polisi belum membeberkan alasan mereka memutuskan untuk menggunakan beleid itu, padahal ada aturan yang lebih mutakhir.

Direktur Tipidsiber Bareskrim Brigadir Jenderal Rachmad Wibowo tidak menjelaskan alasan penyidik menjerat seluruh tersangka dengan Pasal 14 ayat (2) dan atau Pasal 15 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo juga mengaku belum mengetahui rinci alasan penyidik menggunakan pasal itu, buat menjerat tersangka kasus penyebaran hoaks atau berita bohong. Ia hanya mengatakan hal itu sudah melalui mekanisme gelar perkara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Coba saya tanyakan dulu," ucap Dedi kepada CNNIndonesia.com, Selasa (18/9).

Ketujuh tersangka itu adalah Gun Gun Gunawan, Suhada Al Syuhada Al Aqse, Muhammad Yusuf, Nugrasius, Syahid Muhammad Ridho, Kharis Muhamad Apriawan, serta Irwansyah.

Khusus Kharis, penyidik juga menjeratnya dengan pasal tambahan. Yakni Pasal 51 ayat (1) juncto Pasal 35 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Rachmad mengatakan tambahan pasal terhadap Kharis diberikan karena diduga dengan sengaja dan tanpa hak memanipulasi informasi elektronik, dengan tujuan agar informasi itu dianggap seolah-olah data otentik.
"(Kharis) akan dikenakan Pasal 51 ayat (1) juncto Pasal 35 UU ITE dengan sanksi 12 tahun dan/atau karena diduga telah dengan sengaja dan tanpa hak memanipulasi informasi elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik tersebut dianggap seolah-olah data otentik yang bertujuan untuk menaikan rating akun YouTube milik tersangka," kata Rachmad dalam keterangan tertulisnya.

Polisi menyelidiki kasus ini setelah menemukan rekaman video simulasi pengamanan Pemilu 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, yang malah disebut sebagai aksi buat menurunkan Presiden Joko Widodo. Video itu beredar di media sosial Facebook. (mts/ayp)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER