Jakarta, CNN Indonesia --
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) harus pandai-pandai memoles diri jika tidak ingin pangsa suaranya tergerus menjelang pemilihan umum 2019. Sebab, citra mereka selama ini sepertinya jauh dari angan-angan kaum muda masa kini.
Alhasil mereka menggunakan jurus baru buat memikat
pemilih milenial. Mereka meluncurkan atribut dan slogan untuk Pemilihan Umum 2019. Partai berlambang moncong putih itu mencoba beranjak dari citra partai 'kaum tua' dan wong cilik.
Cara mereka buat menggaet pemilih muda dengan meluncurkan atribut pakaian yang akrab dengan generasi milenial. Jaket bertudung (
hoodie), kaus, tas kanvas, hingga botol minum (
tumblr) berlogo bateng hitam bermoncong putih mereka luncurkan. Mereka pun menggelar peragaan busana untuk memamerkan 'koleksi' atributnya. Mereka memilih hal itu karena muda-mudi saat ini dikenal gemar bergaya lewat pakaian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para caleg artis dari PDIP seperti Krisdayanti, Kirana Larasati, Angel Karamoy dan vokalis Band Radja Ian Kasela ikut ambil bagian dalam peragaan busana atribut milenial itu.
Tak hanya itu, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto juga turut melakukan peragaan busana. Dia berjalan bak model dengan mengenakan hoodie merah berlambang PDIP, kacamata hitam, sambil membawa tumblr.
Menurut Hasto segala tingkah dan atribut serba anak muda itu bertujuan untuk menarik minat para pemilih milenial.
"Jadi di sini hari ini kita luncurkan sebagai apresiasi PDIP terhadap kaum milenial. Bung karno mengatakan berilah 10 pemuda maka saya bisa mengubah dunia," terang Hasto di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Kamis (20/9).
Senada dengan Hasto, Pengamat Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Adi Prayitno menilai langkah yang dilakukan PDIP adalah untuk menarik suara kaum milenial di Pemilu 2019.
"Itu ingin mengikuti tren politik saat ini yaitu tren politik milenial," terang Adi saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Kamis (20/9).
 Peluncuran atribut gaya milenial oleh PDI Perjuangan. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Menurut Adi mata PDIP mulai terbuka melihat potensi jumlah pemilih milenial yang sangat besar, sehingga mau tidak mau harus bisa memikat hati mereka. Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umun (KPU) jumlah pemilih pemula Pemilu 2014 berusia 17-20 sekitar 14 juta orang dan usia 20-30 sekitar 45,6 juta jiwa.
Jumlah itu bahkan meningkat untuk Pilpres 2019. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah pemilih pemula mencapai 60 juta orang sementara pemilih pemuda yakni yang berumur di bawah 35 tahun mencapai 100 juta orang.
"Itu didasarkan pada satu argumen didasarkan pada satu temuan bahwa bahwa pemilih dan jumlah milenial kita cukup signifikan hampir 50 persen kalau dipersentase," terang dia.
Asumsinya, kata Adi, siapapun yang bisa menarik suara milenial kemungkinan besar dapat memenangkan Pemilu 2019. Itulah yang mendasari PDIP latah mencitrakan diri sebagai partai milenial dengan segala atribut dan
gimmick-nya.
Padahal langkah PDIP jadi milenial ini belum tentu menguntungkan. Menurut Adi pemilih milenial ini, meskipun jumlahnya banyak, mereka tidak begitu tertarik dengan politik. Menurut Adi milenial yang jumlahnya begitu banyak itu justru mengabaikan politik.
"Anak muda itu agak sedikit jarang, anak muda itu agak sedikit alergi bicara tentang politik," ujar Adi.
Senada, menurut Peneliti Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro langkah PDIP mencitrakan diri sebagai partainya anak muda ini belum tentu berhasil menarik suara para milenial.
"Perilaku pemilih milenial yang harus dipahami apa aspirasinya mereka apa yang membuat mereka bangga, jadi partai politik
ndak terus latah enggak jelas begitu," terang Siti.
Kembali ke AkarMenurut Adi daripada memaksakan diri menjadi milenial, PDIP harusnya fokus pada slogan-nya yakni 'Partainya Wong Cilik'. Sebab, PDIP menjadi besar seperti sekarang karena kesetian para pemilihnya yang berasal dari kalangan 'wong cilik'.
"Suka enggak suka, PDIP itu besar karena membela kelompok lemah petani dan seterusnya mestinya itu yang pertama kali ditonjolkan," ujar dia.
Apabila berkeinginan menggaet milenial, ujar Adi, PDIP seharusnya tidak perlu mencitrakan diri berlebihan sebagai partainya anak muda.
Hal itu, kata dia, dikhawatirkan dapat merubah citra PDIP menjadi partai yang karakteristik dan ideologinya tidak jelas dan hanya mengikuti arus.
"PDIP kan garis perjuangannya jelas, jangan karena hanya arah mata angin yang sekarang generasi milenial berkembang kemudian partainya dirubah janganlah latah berpolitik itu," ujar dia.
(ayp/sah)