Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden
Joko Widodo mencontohkan persahabatan Johannes Leimena serta Mohammad Natsir, dua tokoh pendiri bangsa era pascakemerdekaan berbeda latar belakang agama yang bisa tetap bersatu dan membangun Indonesia. Menurutnya, persatuan seperti itu yang dibutuhkan sekarang jelang
Pemilu 2019.
Johannes merupakan pendiri Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Ia juga berkecimpung dalam Partai Kristen Indonesia (Parkindo). Sementara itu, Mohammad Nasir seorang ulama, pendiri sekaligus pemimpin Partai Masyumi.
"Para pendiri bangsa telah memberikan keteladanan yang luhur. Lihat Johannes Leimena dan Mohammad Natsir. Mereka bersahabat, tidak saling mencela, mencemooh. Ini keteladanan yang harus diambil," kata Jokowi, Senin (15/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu disampaikan dalam orasi ilmiahnya saat sidang terbuka senat Lustrum XIII Universitas Kristen Indonesia (UKI). Acara ini dihadiri seribuan mahasiswa serta alumni UKI.
Jokowi berpendapat pesan ini perlu disampaikan sebab tahun politik sudah dimulai baik Pemilihan Presiden (Pilpres) maupun Pemilihan Legislatif (Pileg). Masyarakat akan terlibat penuh dalam kontestasi lima tahunan sekali ini.
Berkaca dari persahabatan dua tokoh berbeda latar belakang itu, Jokowi mengimbau masyarakat memaklumi perbedaan pilihan politik. Hal itu seharusnya tidak memecah persatuan yang telah terbangun selama ini.
"Memang kontestasi akan diikuti kompetisi dan rivalitas. Tapi tidak boleh saling menjatuhkan, menimbulkan kegaduhan, kebencian, dan saling memfitnah dan menimbulkan saling kerusakan," tutur mantan Wali Kota Solo ini.
Menurut Jokowi, rivalitas politik harus diwarnai dengan narasi sejuk, ide, gagasan, dan program memajukan Indonesia. Hal itu dapat mematangkan serta memperkokoh Bhinneka Tunggal Ika.
"Dilihat rekam jejak,
track record. Jangan saling mencela, memaki, itu buka tata krama Indonesia, bukan etika Indonesia," ujar mantan Gubernur DKI Jakarta ini.
(chri/osc)