Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Anggaran (Banggar) DPR menyatakan pembahasan mengenai alokasi
dana saksi untuk partai politik di
pemilu 2019 sudah mencapai titik akhir. Dana saksi berpotensi tidak dapat dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019.
Ketua Banggar DPR Azis Syamsudin menyatakan meski belum memasuki finalisasi keputusan, dana saksi sudah mendapat penolakan dari pemerintah karena ketiadaan payung hukum.
"Sampai hari ini belum ada kesepakatan antara pemerintah dan Badan Anggaran berkenaan dengan usulan yang diajukan Komisi II berkaitan dengan dana saksi yang akan dikelola oleh Bawaslu," kata Azis di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (22/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Azis menjelaskan pembahasan terkait anggaran akan difinalisasi pada Kamis (25/10). Namun Banggar kata dia, tengah mencari serta membuat kajian dasar hukum dan melakukan lobi fraksi agar dapat menyetujui dana saksi.
"Sejauh ini sampai hari ini tidak ada payung hukum. Ini lagi dikaji baik dari pemerintah maupun dari DPR," ujarnya.
Menurutnya, pemerintah juga tidak dapat membuat payung hukum seperti Perppu untuk alokasi dana saksi. Sebab, penerbitan Perppu disebut harus merujuk UU.
Sedangkan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebut tidak mengatur tentang dana saksi untuk partai politik. Sementara, kata dia, penggunaan UU APBN juga masih dikaji filosofi hukumnya.
"Kalau tidak melanggar aturan filosofi UU maka akan dimasukkan. Tapi ini masih dilihat filosofi hukumnya, normatif hukumnya," kata Azis.
"Kalau itu disepakati akan dimasukan di dalam Bawaslu. Partai-partai hanya memasukan nama saksi kemudian pelatihan dan penyebaran pendistribusiannya dana saksi itu melalui Bawaslu. Partai politik tidak mengelola," lanjutnya.
Di sisi lain, Wakil Ketua Banggar DPR Jazilul Fawaid menyatakan pembahasan soal alokasi dana saksi sudah selesai sejak pemerintah melalui Kementerian Keuangan menyatakan menolak karena ketiadaan payung hukum.
"Karena tidak ada tentu pembahasan akhirnya selesai sampai di sini," kata Jazilul terpisah.
Jazilul melanjutkan jika dana saksi tetap akan dialokasikan di APBN maka harus ada revisi UU Pemilu. Sebab, UU Pemilu hanya mengatur tentang dana pelatihan saksi yang dikelola Bawaslu.
"Kalau undang-undangnya diubah dengan mengeluarkan Perppu, bisa, karena itu amanah. Tapi dari siklus sudah tidak bisa memungkinkan. Dari pembahasan dalam siklus anggaran sudah tidak mungkin karena waktunya sudah lewat," kata Jazilul.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan menyatakan alokasi anggaran khusus di dalam RAPBN untuk dana saksi pemilu yang berasal dari partai politik menyalahi aturan.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan alokasi dana tersebut berpotensi bertentangan dengan Pasal 451 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Mardiasmo beralasan berdasarkan beleid tersebut, dana APBN hanya boleh digunakan untuk mendanai kegiatan pemilu yang dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Bawaslu.
"Makanya kami hanya menganggarkan sesuai apa yang tertulis di UU Pemilu saja. Kalau UU sudah mengatakan begitu, berarti kami hanya mendanai saksi pemilu yang berasal dari Bawaslu saja," kata Mardiasmo di Kompleks Istana Kepresidenan, hari ini.
(swo/wis)