Kotjo Ungkap Ancaman Sofyan Basir di Kasus Suap PLTU Riau

CNN Indonesia
Kamis, 15 Nov 2018 22:58 WIB
Dalam sidang di PN Tipikor, terdakwa suap PLTU Riau-1 Johannes Kotjo mengungkap ancaman yang disampaikan Dirut PLN Sofyan Basir terkait proyek itu padanya.
Terdakwa kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 Johannes Budisutrisno Kotjo menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Terdakwa kasus suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1 Johannes Budisutrisno Kotjo mengatakan Direktur Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir menolak menggunakan sistem tender dalam pengadaan listrik di Riau.

"Saya maunya tender saja deh biar simpel, tapi [Sofyan Basir bilang] jangan, yang 51 persen saja," kata Kotjo di hadapan majelis hakim dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (15/11).


Kotjo mengatakan, Sofyan ingin agar proyek dikerjakan sesuai Peraturan Presiden nomor 41 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Peraturan ini mengamanatkan pembangunan listrik diperbolehkan dilakukan dengan pihak swasta, asal komposisi saham perusahaan negara dalam hal ini PLN atau anak perusahaannya 51 persen.

Mendapati pernyataan Sofyan itu, Kotjo lalu meminta mitranya yakni Direktur PT Samantaka Rudi Harlambang selaku pemasok batu bara untuk menyiapkan dokumen persetujuan perjanjian.

Belakangan, Kotjo diberitahu ternyata anak perusahaan PLN yang ikut menggarap PLTU Riau 1 yakni Pembangkit Jawa Bali Investasi (PJBI) tidak memiliki porsi saham sebagaimana ketentuan Perpres 4 nomor 2016. PBJI hanya menyetor saham 10 persen saja.

Kotjo Ungkap Ancaman Sofyan Basir di Kasus Suap PLTU RiauDirut PLN Sofyan Basir. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Dengan sejumlah lobi-lobi, kekurangan saham PJBI dibayarkan investor dan perusahaan Kotjo, Blackgold Natural Resources (BNR) Chec Huadian sebanyak 41 persen. Tapi, Kotjo sempat mengaku keberatan dengan hitung-hitungan tersebut.

Saat menyatakan keberatan, ia mengaku diancam Sofyan Basir tidak dilibatkan dalam proyek tersebut.

"Waktu Saya ke Beijing (temui Chec Huadian) PLN ancam kalau enggak mau, ya sudah kita cari yang lain saja," kata Kotjo.

"Pak Sofyan Pak dan Pak Iwan (yang bilang). Karena kan enggak semua investor mau saham minoritas tapi nanggung 41 persen," lanjut dia.


Akhirnya kedua belah pihak menyetujui hitung-hitungan tersebut. Terakhir, proyek jalan di tempat lantaran belum bernegosiasi tentang operator yang melakukan pemeliharaan.

Negosiasi terakhir, PLN meminta pemeliharaan dikuasai PLN setelah 15 tahun dan Investor meminta pemerliharaan dikelola selama 20 tahun. "Tapi belum diputus, karena keburu OTT," jelas dia.

Kotjo mengaku menyesal dengan sistem tersebut. Dia mengatakan murni memiliki keinginan untuk membangun listrik di Riau dengan harga yang murah. Namun ia tersandung dengan sistem 51 persen yang malah lebih banyak mengeluarkan uang.

"Kalau tahu seperti ini ya saya tender saja tadinya. Kalau tender saya punya harga yang murah dan saya enggak usah kenal mereka. Kalau seperti ini pengeluaran membengkak," tutup dia.

Dalam perkara ini, Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources (BNR) didakwa menyuap Eni dan Idrus Rp4,75 miliar. Suap itu diberikan agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Mulut Tambang Riau-1 yang dikerjakan PT PJBI, China Huadian Engineering Company Ltd, termasuk BNR.

Kotjo disebut akan mendapat jatah 2,5 persen dari China Huadian selaku investor proyek PLTU Riau. Sejumlah pihak lain juga disebut akan mendapat jatah sama dengan yang diterima Kotjo yakni Setya Novanto termasuk Sofyan.

(ctr/kid)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER