Jakarta, CNN Indonesia --
Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menentukan sikap atas nasib pencalonan
Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Pemilu 2019, hari ini, Senin (26/11). Anggota KPU RI, Ilham Saputra mengatakan keputusan akan diambil dalam rapat pleno.
Salah satu agenda yang dibahas adalah tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang terkait dengan pencalegan Ketua Umum Partai Hanura tersebut.
"Pasti dibahas," kata Ilham saat dihubungi, Senin (26/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meskipun demikian, Ilham tidak mengatakan secara detail mengenai kapan tepatnya rapat pleno tersebut digelar. Ia hanya memastikan bahwa hari ini hal tersebut akan dibahas oleh komisioner KPU RI.
"Tunggu saja ya," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua KPU Arief Budiman juga menyatakan rapat pleno untuk menentukan nasib pencalegan OSO akan digelar. Hal ini disampaikan Arief usai beraudiensi dengan Mahkamah Konstitusi (MK) di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (22/11).
"Kami merencanakan Senin depan ada jadwal rapat pleno. Dalam rapat pleno kami rencanakan ambil keputusan," kata Arief.
Sementara itu Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengatakan pihaknya harus segera menentukan sikap atas pencalegan OSO agar tidak menghambat proses pemilu. Misalnya dalam hal pencetakan kertas suara.
Rencananya, pencetakan akan dilakukan awal Januari 2019. Karena itu, persiapannya harus dilakukan segera.
"Ya makanya senin kita putuskan supaya pencetakan surat suara tidak terganggu," kata wahyu.
Polemik pencalegan OSO berawal dari terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 30/PUU-XVI/2018 pada 23 Juli 2018. Di dalamnya menegaskan bahwa DPD tidak boleh diisi oleh pengurus parpol.
Di sisi lain, pendaftaran pencalonan DPD sudah berjalan. Termasuk OSO yang masih menjabat sebagai ketua umum Partai Hanura juga sudah mendaftarkan diri.
Putusan MK ditindaklanjuti KPU RI dengan menerbitkan aturan perubahan. Di dalamnya meminta bakal calon anggota DPD yang sudah mendaftarkan diri segera melampirkan surat pengunduran diri dari parpolnya masing-masing.
Namun, OSO itu tidak kunjung memberikan lampiran surat tersebut ke KPU. Kemudian KPU tidak meloloskan OSO sebagai caleg DPD.
OSO menempuh jalur hukum dengan mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung. Menurutnya, aturan PKPU perubahan itu tidak bisa berlaku karena putusan MK diterbitkan ketika proses tahapan pencalonan sudah berjalan. Sedangkan sifat dari putusan MK tidak berlaku surut.
Maka dari itu, peraturan harus melampirkan surat pengunduran diri dari parpol untuk menjadi caleg DPD baru bisa diberlakukan pada pemilu berikutnya, yakni 2024.
MA dalam putusannya pada 25 Oktober 2018 memenangkan OSO, karena menurut MA putusan MK tidak berlaku surut. Artinya aturan perubahan yang di dalamnya menyertakan harus melampirkan surat pengunduran diri dari partai menjadi tidak berlaku pada pemilu kali ini.
Selain menggugat ke MA, OSO juga melayangkan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. PTUN memenangkan OSO dan memerintahkan KPU memasukan nama OSO sebagai caleg DPD Pemilu 2019.
Adanya tiga putusan lembaga peradilan tersebut membuat KPU bingung dalam menentukan nasib OSO. Sehingga KPU merasa perlu melakukan audiensi dengan MK, MA dan juga meminta pendapat para pakar hukum.
(fhr/ain)