Jakarta, CNN Indonesia -- Politikus
Partai Demokrat Herman Khaeron menyebut gaya pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden
Joko Widodo cenderung carut-marut. Misalnya soal kebijakan yang dia nilai jauh dari kenyataan.
Herman menilai, masyarakat seolah dipaksa memercayai hal-hal yang belum terjadi dan membawanya ke arah positif, padahal kebijakan atau capaian itu tak benar-benar ada.
Misal, kata dia, banyak hal-hal yang disampaikan Jokowi dan bawahannya itu justru jauh dari fakta atau kenyataan yang terjadi di lapangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kebijakan yang seolah olah memberikan afirmatif kepada masyarakat tetapi realisasinya jauh dari faktanya," kata Herman dalam diskusi Topic of The Week di Seknas Prabowo-Sandi, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (4/12).
Herman kemudian mencontohkan janji Jokowi terkait swasembada pangan yang disebut akan didapat Indonesia tak kurang dari lima tahun era kepemimpinan mantan Wali Kota Solo itu. Namun yang terjadi justru Indonesia makin gencar impor beras.
"Di era kepemimpinan Pak Jokowi bilang jadi lumbung pangan internasional atau swasembada internasional dalam 3 tahun, ini sudah menginjak ke empat tahun," kata dia.
"Saya ada di Komisi IV 5 tahun. Surplus pangan kita tidak mencukupi kebutuhan. Polemik terjadi itu, Mentan berargumen peningkatannya luar biasa, tidak perlu impor, tapi Mendag terus impor beras. Inilah yang membuat carut marut dalam komunikasi pemerintah," kata Herman yang kini duduk di Komisi II DPR ini.
Hal sama juga diungkapkan oleh Pengamat Politik Universitas Paramadina Hendri Satrio. Menurut dia Jokowi justru tak konsisten dengan berbagai kebijakan yang dia ambil selama memerintah.
Bahkan kata dia, banyak sekali kebijakan yang berubah hanya dalam waktu singkat, bahkan dalam hitungan hari.
"Saya heran kebijakan di era Jokowi tak konsisten. Banyak kebijakan yang cepat berubah hanya dalam waktu singkat," kata dia pada kesempatan sama.
Bahkan kata dia, masyarakat pun seolah diajarkan untuk tidak buru-buru merespon kebijakan yang baru dikeluarkan pemerintah. Sebab bukan tidak mungkin dalam hitungan jam kebijakan itu akan dicabut kembali.
"Kalau ada kebijakan kita disuruh sabar dulu, jangan buru-buru direspons. Karena tiba-tiba bisa dicabut lagi," katanya.
(tst/osc/osc)