Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggunakan
eceng gondok sebagai penjernih sungai disarankan untuk dikaji ulang. Pengamat Tata Kota Nirwono Joga menilai penggunaan eceng gondok bisa memicu banjir jika tak dikendalikan dengan baik serta bisa mematikan ikan-ikan di sungai itu.
Diketahui, Unit Pelaksana Kebersihan (UPK) Badan Air Jakarta Utara menguji coba penanaman eceng gondok di sungai yang berdekatan dengan Taman BMW, Sunter, Jakarta Utara, untuk melihat efeknya terhadap kebersihan sungai.
"Sebaiknya uji coba eceng gondok ini dikaji ulang," kata Nirwono Joga, saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Rabu (5/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyorot sejumlah alasan pengkajian ulang itu. Pertama, eceng gondok memicu pendangkalan sungai dan mematikan ikan serta hewan sungai lainnya. Sebab, tanaman menutup rapat sirkulasi udara dan cahaya ke dalam air. Selain menyerap polutan, tanaman tersebut akan mengendapkan lumpur sehingga mempercepat pendangkalan sungai.
Kedua, berpotensi memicu banjir. Saat musim penghujan, kata Nirwono, eceng gondok akan lebih cepat tumbuh. Walhasil, aliran kali akan tertahan dan meluap sehingga mengakibatkan banjir.
"Jika menggunakan eceng gondok harus dikendalikan pertumbuhannya karena tanaman ini cepat sekali berkembangnya, sehingga kalau tidak dikendalikan dalam waktu singkat seluruh kali bisa tertutup eceng gondok, apalagi di musim hujan pertumbuhannya akan lebih cepat lagi," ucapnya.
 Petugas menanam eceng gondok. ( ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso) |
"Air kali akan tertahan dan meluap dan permukiman sekitar akan terdampak banjir saat puncak musim hujan," ujarnya kemudian.
Nirwono pun mempertanyakan kesanggupan dinas tekait dalam mengendalikan pertumbuhan tanaman ini. "Apakah dinas sanggup? Sementara selama ini kewalahan memelihara kebersihan air kali," ucapnya menyindir.
Ia mencontohkan kegagalan penanaman eceng gondok sebagai penjernih air di Rawa Pening, Ambarawa, Jawa Tengah. Saat itu pemerintah justru kewalahan dengan eceng gondok.
"Belum pernah dengar [keberhasilan dengan eceng gondok]. Yang ada malah sebaliknya, pemerintah kota lain kewalahan mengendalikan pertumbuhan eceng gondok di sungai dan waduk atau danau atau situ," ucap dia.
Menurut Nirwono, penjernihan sungai harusnya diselesaikan dari sumber pencemarannya, dan bukan dengan eceng gondok. Salah satu contohnya adalah dengan penertiban industri rumah tangga yang masih membuang limbah langsung ke kali. Jika perlu, sebaiknya pemerintah memindahkan industri tersebut keluar dari DKI Jakarta.
Selain itu, juga berkaitan dengan kebiasaan masyarakat yang membuang sampah ke sungai atau kali.
 Sampah-sampah di tepi SUngai CIliwung. ( CNN Indonesia/Dhio Faiz) |
"Seperti penertiban industri rumah tangga yang masih membuang limbah langsung ke kali. Jika perlu memindahkan industri keluar DKI, dan menghentikan kebiasaan masyarakat yang langsung membuang sampah dan limbah ke kali dengan membangun TPS dan IPAL komunal," ujarnya.
Senada, Ahli Pencemaran Limbah Industri dan Limbah B3 Eddy Soentjahyo tak memungkiri bahwa eceng gondok memiliki fungsi untuk menjernihkan sungai. Namun, tanaman tersebut bukan untuk memecahkan masalah polutan sungai di Jakarta.
Eceng gondok, kata dia, digunakan dalam tahap ketiga atau penyempurna dalam penjernihan sungai.
"Bisa membersihkan iya, tapi dilihat dulu limbahnya yang mana dan dia dalam IPAL dipakai sebagai
treatment ketiga, jadi setelah
treatment pertama pakai chemical, lalu treatment kedua pakai biologi. Baru ketiga kita gunakan namanya biofilter tadi sebagai jenis tanaman," ujarnya saat dihubungi.
Penggunaan eceng gondok, kata Eddy, bisa dilakukan secara langsung di sungai dengan limbah. Syaratnya, limbah itu tak bergerak.
Yang jelas, pihaknya mendorong untuk penuntasan masalah dasar dari kebersihan usngai-sungai di Jakarta. Yakni, limbah dan sampah.
"Kebayang enggak aliran sampah tersangkut dengan tanaman eceng gondok? Kalau sampahnya tidak dipecahkan masalah utamanya yang terjadi adalah kesemrawutan situasi," tuturnya.
(gst/gst/arh)