Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis Hakim Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menolak permohonan Gubernur nonaktif Jambi
Zumi Zola untuk menjadi
Justice Collaborator (JC).
Zumi sempat mengajukan diri sebagai saksi pelaku yang bekerjasama dengan penyidik atau jaksa penuntut umum (JPU) untuk membongkar kasus gratifikasi dan suap terkait pengesahan APBD Provinsi Jambi tahun 2017-2018.
Penolakan itu disampaikan Ketua Majelis Hakim, Yanto, dalam sidang putusan terdakwa Zumi Zola yang digelar di pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur, Jakarta Pusat, Kamis (6/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Justice Collaborator diatur dalam pasal 10 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Selain itu
Justice Collaborator diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (Sema) nomor 4 tahun 2011.
Zumi menjadi terdakwa karena menerima gratifikasi dan memberikan suap terkait pengesahan APBD Provinsi Jambi tahun 2017-2018.
"Majelis hakim sependapat dengan JPU-KPK yang tidak menetapkan terdakwa menjadi JC," kata Yanto.
Dalam perkara ini, hakim menyatakan Zumi bersalah dan menjatuhkan vonis enam tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan penjara.
Kendati menolak permohonan
Justice Collaborator Zumi Zola, hakim mengapresiasi Zumi karena mengakui perbuatannya dan mengembalikan sejumlah uang terkait perkara gratifikasi. Hal itu menjadi salah satu pertimbangan hakim meringankan vonis Zumi dibandingkan tuntutan jaksa.
Zumi dituntut delapan tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.
"Beritikad baik mengembalikan uang Rp 300 juta yang telah digunakan untuk biaya umroh sebagai dasar majelis hakim mengurangi pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa," kata hakim.
Atas vonis hakim tersebut, Zumi mengaku menerima dan tidak mengajukan banding. Sedangkan Jaksa masih mempertimbangkan untuk banding.
(ugo/fhr)