Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Utama PT PLN
Sofyan Basir dihadirkan menjadi saksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama
proyek PLTU Riau-1, dengan terdakwa mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR
Eni Maulani Saragih, Selasa (11/12).
Selain menghadirkan Sofyan, jaksa penuntut KPK juga memanggil Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso untuk bersaksi dalam persidangan Eni.
"Saksinya hari ini Sofyan Basir dan Supangkat Iwan," kata kuasa hukum Eni, Fadli Nasution saat dikonfirmasi lewat pesan singkat, Senin (10/12) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta itu bakal dibuka sekitar pukul 10.00 WIB.
Pada persidangan sebelumnya nama Sofyan disebut-sebut oleh Direktur Operasional Pembangkitan Jawa-Bali Investasi (PJBI) Dwi Hartono.
Dwi mengungkapkan pertemuan para pihak terkait proyek PLTU Riau-1 dilakukan di ruangan Direktur Utama PT PLN, Sofyan Basir. Pertemuan terjadi sekitar Januari 2018.
Dwi menjelaskan pada awalnya dirinya mendapat pesan singkat dari salah satu manajer senior. Dalam pesan itu dirinya diminta datang ke ruang Sofyan oleh Direktur Pengadaan Strategis PT PLN, Supangkat Iwan Santoso.
Saat tiba di ruangan, kata Dwi telah hadir Sofyan, Supangkat Iwan, pemegang saham Blackgold Natural Recourses Limited Johannes B Kotjo, serta Eni Saragih.
Dwi menjelaskan saat itu Sofyan dan Iwan meminta dirinya menjelaskan perkembangan kesepakatan proyek tersebut. Misalnya apa saja yang sudah diselesaikan dan hal-hal apa saja yang masih terhambat.
Nama Sofyan juga muncul dalam surat dakwaan Eni. Mantan Direktur Utama BRI itu disebut melakukan beberapa kali pertemuan dalam membahas proyek PLTU Riau-1. Salah satu pertemuannya digelar di rumah Sofyan. Mereka yang hadir antara lain, Eni, Kotjo, mantan Menteri Sosial Idrus Marham, dan Iwan.
Pada persidangan lain, Kotjo pernah menyampaikan Sofyan menolak menggunakan sistem tender dalam pengadaan listrik di Riau itu. Sofyan, kata Kotjo ingin agar proyek dikerjakan sesuai Peraturan Presiden nomor 41 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan.
Kotjo sempat merasa keberatan dengan keinginan Sofyan itu. Saat menyatakan keberatan, Kotjo mengaku diancam Sofyan tidak dilibatkan dalam proyek PLTU Riau-1.
"Waktu Saya ke Beijing (temui Chec Huadian) PLN ancam kalau enggak mau, ya sudah kita cari yang lain saja," kata Kotjo dalam sidang beberapa waktu lalu.
Dalam kasus ini, Eni didakwa menerima Rp4,75 miliar dari Kotjo terkait proyek PLTU Riau-1. Politikus Golkar itu telah mengakui menerima uang itu.
Selain suap, Eni juga didakwa menerima gratifikasi Rp5,6 miliar dan Sin$40 ribu. Gratifikasi diterima Eni sejak menjabat sebagai anggota DPR periode 2014-2019
(fra/wis)