Jakarta, CNN Indonesia -- Kuasa hukum penceramah
Bahar bin Smith, Sugito Atmo Pawiro, menduga kliennya merupakan sosok yang dibidik dalam jeratan
kasus penganiayaan untuk menggoyahkan
perjuangan umat.
Menurutnya hal itu bisa dilihat dalam proses pengusutan kasus dugaan penganiayaan yang diduga dilakukan Bahar terhadap dua orang berinisial MHU (17) dan ABJ (18) di Pesantren Tajul Alawiyyin di Pabuaran, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
"Analisa saya Bahar memang dibidik dengan bidikan yang tepat sasaran, ketika ada kesalahan maka di-
blow up dengan begitu hebatnya untuk menggoyahkan perjuangan umat," kata Sugito dalam keterangan tertulis yang diterima
CNNIndonesia.com, Kamis (20/12).
Sugito mengakui tindak penganiayaan yang dilakukan Bahar masuk dalam kategori main hakim sendiri dan tidak dapat dibenarkan dalam kehidupan bernegara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, lanjutnya, penganiayaan yang dilakukan kliennya terjadi bukan tanpa sebab dan tidak mungkin dilakukan bila hukum berjalan adil.
"Semua ini juga tidak akan terjadi jika hukum berjalan dengan adil, tidak mungkin ada akibat tanpa adanya sebab," kata dia.
 Bahar bin Smith saat menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri beberapa waktu lalu. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga) |
Sugito menerangkan, penganiayaan itu bermula dari dugaan penipuan yang diduga dilakukan dua orang berinisial MHU (17) dan ABJ (18) dengan mengatasnamakan diri sebagai Bahar.
Menurutnya, MHU dan ABU mengunggah sejumlah video yang menampilkan prilaku yang tidak patut dilakukan seorang agamawan seperti merokok, menyetir mobil dengan kaki, hingga meminta uang ke sejumlah orang.
Sayangnya, lanjut Sugituo, tindakan yang menimbulkan citra buruk Bahar itu tidak pernah ditindikanlanjuti oleh pihak kepolisian, padahal pihaknya telah melaporkan kejadian itu berulang kali.
"Usut punya usut ternyata dua penipu ini sudah berkali-kali dilaporkan oleh yang bersangkutan (Bahar), namun tidak juga ada tindakan dari aparat, padahal perbuatan menipu dan mencemarkan nama baik sesorang itu merupakan tindak kejahatan," katanya.
Sugito menambahkan, sikap hukum yang tumpul ini menyebabkan Bahar akhirnya main hakim sendiri. Ia pun mempertanyakan letak keadilan karena dua orang penipu yang memicu terjadinya tindak main hakim sendiri tidak diproses hukum hingga saat ini.
"Di mana keadilan ketika sang pemicu perbuatan main hakim sendiri ini bebas, padahal mereka juga adalah para penjahat yg melakukan penipuan. Ibarat ada maling dipukulo warga, yang memukuli ditangkap sedangkan malingnya dibebaskan. Hukum mana yang membenarkan ini?" katanya.
 Laskar FPI saat mengawal pemeriksaan Bahar bin Smith. (CNN Indonesia/Firmansyah Yedico Putra) |
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo sebelumnya menyatakan Bahar merupakan aktor intelektual dalam kasus penganiayaan yang terjadi di Pesantren Tajul Alawiyyin di Pabuaran.
Bahar diduga menginisiasi seluruh proses penganiayaan, mulai dari penjemputan hingga penganiayaan korban korban yang berinisial MHU (17) dan ABJ (18).
Dedi juga menyampaikan, Bahar melakukan tindak penganiayaan terhadap dua korban tersebut di sejumlah lokasi antara lain di dalam pesantren, lapangan terbuka, dan dalam mobil.
"Dalam peristiwa pidana ini, dia (Bahar bin Smith) sebagai aktor intelektual," kata Dedi di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan pada Rabu (19/12).
Atas dasar itu, kata jenderal bintang satu itu, penyidik menjerat Bahar bin Smith dengan pasal berlapis yakni Pasal 170 dan Pasal 351 KUHP serta Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
(mts/gil)