Jakarta, CNN Indonesia -- Anak-anak dan warga lanjut usia di
Lampung yang mengungsi akibat
tsunami di Selat Sunda saat ini disebut membutuhkan bantuan popok.
"Stok yang tersedia sudah mulai menipis," kata Kepala Dinas Sosial Provinsi Lampung, Sumarju Saeni, di Bandar Lampung, Senin (24/12) dikutip dari
Antara.
Sementara, lanjutnya, persediaan bahan kebutuhan pokok bagi pengungsi seperti mi instan, beras, telur, dan sarden, masih mencukupi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, beberapa perusahaan negara dan swasta, organisasi masyarakat, dan partai-partai politik juga sudah mulai menyalurkan bantuan.
"Untuk kebutuhan lainnya masih sangat melimpah. Bahkan sampai malam ini terus berdatangan bantuan untuk para pengungsi di kantor gubernur," katanya.
Sumarju menjelaskan bahwa pembagian bantuan bagi pengungsi itu, baik berupa makanan maupun barang kebutuhan lainnya, dilakukan berdasarkan sistem antrean dan kelompok sesuai daerah asal.
"Agar tidak ada penumpukan warga dan desak-desakan mengantre untuk mengambil jatah makan atau kebutuhan lainnya," kata dia.
Menurut dia, jumlah warga terdampak tsunami yang mengungsi di Kantor Gubernur Lampung hingga Minggu (23/12) malam mencapai 2.500 orang.
Kebanyakan warga, menurut dia, memilih mengungsi karena khawatir air laut naik lagi dan menerjang permukiman mereka.
Senada, bantuan berupa popok juga diperlukan bagi penduduk yang terdampak tsunami di Banten.
Pimpinan Cabang Dompet Dhuafa Banten Abdurrahman Usman menyebut kampung Cibeureum, Desa Carita, Kecamatan Carita, Pandeglang, Banten, membutuhkan logistik bagi pengungsi berupa popok, pembalut, selimut, obat-obatan, dan alat mandi, selain tentunya bantuan makanan.
Pasalnya, kampung tersebut belum menerima bantuan sama sekali. Pihaknya telah memberikan bantuan 100 nasi bungkus. Namun, jumlah itu diakui tak cukup bagi pengungsi.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, gelombang tinggi tsunami menerjang kawasan pantai di Kabupaten Pandeglang, Serang dan Lampung Selatan, Provinsi Lampung, Sabtu (22/12) pada 21.10 WIB. Peristiwa itu diduga terjadi akibat peningkatan aktivitas Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda.
Hingga Minggu (23/12), tercatat sebanyak 222 korban dilaporkan tewas, 843 korban mengalami luka-luka, dan 28 korban belum ditemukan.
(antara/arh)