Jakarta, CNN Indonesia -- Calon presiden nomor 01 Joko Widodo (
Jokowi) dan calon presiden nomor 02
Prabowo Subianto sama-sama telah menyampaikan pidato yang terselip di antara visi-misi serta program mereka masing-masing bila memenangi Pilpres 2019.
Jokowi menyampaikan visi-misi lewat program 'Visi Presiden' yang ditayangkan lima stasiun televisi pada Minggu (13/1) malam. Dalam acara berdurasi 30 menit itu, Jokowi memaparkan pencapaiannya sebagai presiden selama empat tahun ke depan.
Calon petahana itu juga membeberkan program apa saja yang akan dilakukan jika kembali terpilih dalam kontestasi pilpres.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selang sehari, giliran Prabowo yang melakukan hal serupa. Ia menyampaikan pidato kebangsaan bertajuk 'Indonesia Menang', di JCC, Senayan, Jakarta. Meskipun Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno menyatakan pidato kebangsaan itu hanya disiarkan lewat format
streaming, nyatanya disiarkan pula oleh stasiun televisi swasta secara keseluruhan.
Kegiatan Jokowi dan Prabowo itu pun mendapat sorotan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Pasalnya saat ini belum masuk jadwal kampanye terbuka yang disiarkan media massa seperti yang telah ditetapkan pada Peraturan KPU. Itu baru boleh dilakukan 21 hari sebelum masa tenang atau sejak 23 Maret sampai 13 April 2019.
 Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto menyampaikan Pidato Kebangsaan didampingi Cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno, Jakarta Convention Center, Jakarta, 14 Januari 2019. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
Ketua KPU Arief Budiman enggan berspekulasi terkait dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan Jokowi maupun Prabowo. Arief menyatakan saat ini Gugus Tugas yang terdiri atas KPU, Bawaslu, dan KPI tengah melakukan kajian terkait kegiatan kedua calon presiden itu.
"Perlu dicek dulu. Biar Gugus Tugas bertemu kemudian melihat semua yang sudah dilakukan lalu biar mereka nanti mengambil kesimpulannya," kata Arief saat ditemui di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Selasa (15/1).
Arief menjelaskan sosialisasi visi misi adalah kegiatan yang digelar KPU dan Bawaslu. Menurut Arief, jika penyampaian visi dan misi dilakukan masing-masing pasangan calon, hal itu disebut kampanye.
Kampanye, kata Arief, memang sudah boleh dilakukan sejak tiga hari setelah penetapan pasangan calon. Sementara untuk kampanye terbuka dan disiarkan media massa, baru boleh dilakukan 23 Maret sampai 13 April 2019.
Aturan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu maupun Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu.
Dalam Pasal 274 ayat (1) huruf a UU Pemilu disebutkan, "Materi kampanye meliputi: visi, misi, dan program Pasangan Calon untuk Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden." Kemudian di Pasal 275 tertulis antara lain bahwa kampanye bisa dilakukan melalui, iklan media massa cetak, media massa elektronik, dan internet.
Bawaslu juga mencium potensi pelanggaran administrasi kampanye di luar jadwal yang dilakukan Jokowi maupun Prabowo.
Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar mengatakan selain kedua calon presiden, Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf dan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi maupun stasiun televisi yang menayangkan acara tersebut bisa dikenakan sanksi.
Lewat Gugus Tugas yang ada, kata Fritz, pihaknya sedang mengkaji dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan kedua kandidat calon presiden. Baik Jokowi maupun Prabowo berpotensi melanggar Pasal 492 UU Pemilu atas tindakan mereka tersebut.
Dalam beleid tersebut diatur siapapun yang dengan sengaja melakukan kampanye di luar jadwal yang ditentukan KPU dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.
Namun, beranikah Bawaslu dan KPU. Apa yang seharusnya dilakukan ada di halaman selanjutnya...
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni mengatakan
KPU maupun
Bawaslu harus konsisten menegakkan aturan yang tertuang dalam UU Pemilu maupun PKPU.
Titi meminta Bawaslu tak berkompromi ketika mendalami potensi pelanggaran kampanye di luar jadwal yang dilakukan peserta pemilu, dalam hal ini Jokowi dan Prabowo.
"Kalau ada indikasi pelanggaran ya Bawaslu harus lakukan tindakan secara tegas, jangan kompromi karena aturan main itu harus ditegakkan secara tegas dan konsisten," kata Titi kepada
CNNIndonesia.com, Rabu (16/1).
Titi menyebut bila dalam prosesnya Bawaslu bisa membuktikan kegiatan yang dilakukan Jokowi dan Prabowo terpenuhi unsur-unsur pelanggaran, hal tersebut bisa dikategorikan kampanye di luar jadwal.
Apalagi, kata Titi, Bawaslu telah menyebut bahwa agenda Jokowi maupun Prabowo yang disiarkan stasiun televisi merupakan bentuk kampanye.
"Penting bagi Bawaslu untuk melakukan tindak lanjut dan penanganan atas dugaan atau indikasi adanya pelanggaran pemilu, indikasi kampanye di luar jadwal ini secara terbuka dan akuntabel kepada publik," tuturnya.
Presiden Joko Widodo (tengah) berjalan bersama anggota Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI) usai pertemuan di depan Istana Merdeka, Jakarta, 11 Januari 2019. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay) |
Menurut Titi, saat ini yang boleh dilakukan pasangan calon, termasuk partai politik maupun calon anggota legislatif serta anggota DPD di media massa adalah terkait dengan penyiaran dan pemberitaan.
"Dalam konteks penyiaran dan pemberitaan itu boleh karena kan media massa itu bisa melakukan penyiaran dan pemberitaan," ujarnya.
Meskipun demikan, kata Titi, media massa yang melakukan penyiaran dan pemberitaan tetap harus mematuhi aturan yang berlaku seperti tidak melakukan
blocking time (pemblokiran waktu), harus berimbang, harus adil, dan memberikan kesempatan yang sama kepada peserta pemilu.
"Kalau Bawaslu mencium ada indikasi kampanye kan berati tidak sejalan dalam prinsip pemberitaan dan penyiaran," kata Titi.
 Titi Anggraeni. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Di sisi lain, Titi mengatakan KPI dan Dewan Pers juga mesti ikut mengawasi penyiaran dan pemberitaan yang dilakukan media massa, baik elektronik maupun cetak dan daring.
Menurut dia, Dewan Pers dan KPI memiliki kewenangan untuk menindak media massa yang melakukan pelanggaran dalam penyiaran dan pemberitaan selama proses pemilu.
Bawaslu Beri ImbauanLebih lanjut, Titi meminta KPU maupun Bawaslu mengimbau kepada peserta pemilu, termasuk timsesnya untuk taat dan patuh serta menghormati aturan main yang telah disepakati bersama.
"Bawaslu harus terus mengingatkan peserta pemilu untuk berkampanye sesuai dengan aturan main dan prinsip pemilu yang jujur dan adil. Jadi itu upaya pencegahan harus terus dilakukan," kata Titi.
Titi menyebut perilaku pasangan calon presiden dan wakil presiden saat masa kampanye menjadi cerminan bagi mereka bila terpilih nanti dan menjalankan roda pemerintahan lima tahun ke depan. Ia pun meminta publik untuk ikut memantau aktivitas kandidat yang bertarung.
"Jadi kalau mereka taat hukum itu pula cerminan mereka di dalam pemerintahan, tetapi kalau mereka bermain-main hukum dan memanfaatkan celah untuk memanipulasi hukum maka itu lah refleksi kepemimpinan mereka kelak," ujarnya.
KPU dan Bawaslu tak boleh reaktif, harus proaktif juga. Konsukuensinya ada di halaman selanjutnya... Sementara itu, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePi), Jerry Sumampouw mengaku pesimistis
Bawaslu akan berani memberikan sanksi terhadap
Jokowi maupun
Prabowo yang terindikasi melakukan pelanggaran kampanye di luar jadwal. Terlebih yang melakukan indikasi pelanggaran kedua pasangan calon presiden.
"Saya agak pesimistis soal itu. Karena unsurnya hanya satu, penyampaian visi misi. Jadi dalam konteks ini kelihatannya agak susah Bawaslu jatuhkan sanksi ya," kata Jerry
.
Jerry menyatakan Bawaslu bisa memanggil Jokowi dan Prabowo termasuk tim kampanye masing-masing calon presiden untuk dimintai keterangan tentang apa yang telah terjadi tersebut. Selain itu, sambung Jerry, Bawaslu pun bisa memberikan peringatan.
"Bawaslu bisa menyampaikan semacam peringatan kepada dua pasangan calon karena penyampaian visi misi di televisi itu semestinya belum dimungkinkan," ujarnya.
Jerry meminta KPU maupun Bawaslu tegas serta proaktif kepada calon presiden dan wakil presiden maupun tim kampanye masing-masing kandidat untuk memperhatikan aturan kampanye. Pasalnya, waktu kampanye pilpres masih sekitar tiga bulan.
"Saran saya adalah koordinasi dengan pasangan calon tim kampanye pasangan calon dan katakan itu tidak boleh. Kalau Anda lakukan lagi ini sanksinya. Supaya tidak berulang ulang sesuatu yang keliru melanggar," tuturnya.
Selain dengan peserta pemilu, menurut Jerry, KPU dan Bawaslu juga mesti berkoordinasi dengan KPI untuk memanggil stasiun televisi agar tak melakukan penayangan yang disebut-sebut terindikasi melanggar kampanye di luar jadwal.
"Harus berkoordinasi dengan KPI untuk memanggil stasiun stasiun televisi dan melakukan koordinasi, mana yang boleh dan tidak boleh. Karena kan ini inisiatif bukan dari pasangan calon tapi dari televisi," kata Jerry.