Jakarta, CNN Indonesia -- Narapidana kasus terorisme
Abu Bakar Ba'asyir menolak menandatangani dokumen ikrar setia pada Pancasila lantaran di dalamnya juga berisi poin pengakuan bersalah atas tindak pidana
terorisme yang menjeratnya.
Demikian disampaikan kuasa hukum Ba'asyir, Achmad Michdan, di The Law Office of Mahendradatta, Jakarta Selatan, Senin (21/1), terkait rencana Presiden
Joko Widodo untuk membebaskan Ba'asyir karena alasan kemanusiaan.
Menurut Michdan, dokumen tersebut tidak mungkin ditandatangani karena Ba'asyir tidak pernah melakukan pidana terorisme, yakni perencanaan dan pendanaan latihan militer di Janto, Aceh. Artinya dengan meneken dokumen tersebut, sama saja Ba'asyir mengakui bersalah atas pidana yang menjeratnya itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Surat itu dalam satu surat yang isinya sekaligus. Pertama mengakui dia bersalah. Kedua menyesali perbuatan itu dan tidak mau mengulangi perbuatannya lagi. Itu saja sudah salah. Baru setia kepada NKRI dan Pancasila. (Poin-poin) itu satu kesatuan," kata Michdan.
Senada, kuasa hukum Ba'asyir lainnya, Mahendradatta mengatakan kliennya merasa tidak terlibat dalam perencanaan dan pendanaan latihan militer di Aceh.
Menurutnya, Ba'asyir hanya mengetahui latihan tersebut untuk para mujahid yang ingin berangkat ke Palestina dengan latihan-latihan yang bersifat sosial.
"Jadi kalau ada tuduhan bahwa ustaz (Ba'asyir) mengetahui itu latihan militer sehingga membentuk angkatan perang, ustaz tidak mau," katanya.
Dia pun menyampaikan, Ba'asyir menolak meneken ikrar setia pada Pancasila setelah mendapat penjelasan penasihat hukum Presiden RI Joko Widodo Yuzril Ihza Mahendra bahwa Pancasila sejalan dengan Islam.
Menurut Mahendradatta, Ba'asyir kemudian menganggap tak perlu meneken setia kepada Pancasila karena sudah setia pada Islam.
"Jadi belum sampai ke argumen yang meyakinkan ustaz. Kalau hal yang sama kenapa saya tidak menandatangani yang satu, tidak boleh yang dua. Itu hanya sebagai kepolosan saja yang saya bilang," katanya.
 Infografis Jejak Abu Bakar Ba'asyir. (CNN Indonesia/Fajrian). |
Sebelumnya, Ba'asyir divonis 15 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2011 silam. Pimpinan dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jateng itu, dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan menggerakkan orang lain dalam penggunaan dana untuk melakukan tindak pidana terorisme.
Saat itu, persidangan digelar untuk dakwaan primer keterlibatan Ba'asyir dalam pelatihan militer di Janto, Aceh. Atas vonis tersebut Ba'asyir sempat mengajukan mekanisme hukum lain, termasuk Peninjauan Kembali. Namun, upayanya kandas di tangan Mahkamah Agung.
Sejak vonis, Ba'asyir telah menjalani hukuman kurang lebih 9 tahun di penjara. Awalnya, ia dibui di Nusakambangan. Namun, karena kondisi kesehatan yang menurun, Ba'asyir pun dipindahkan ke Lapas Gunung Sindur, Bogor pada 2016 lalu.
(mts/osc)