Jakarta, CNN Indonesia -- Kuasa hukum pasangan calon presiden-wakil presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin,
Yusril Ihza Mahendra, menyebut Presiden
Joko Widodo sempat memintanya untuk memudahkan proses pembebasan terpidana terorisme
Abu Bakar Ba'asyir.
Ia juga menepis alasan politis di balik perintah Jokowi untuk membebaskan Ba'asyir itu.
Kata Yusril, hal itu dikatakan Jokowi saat membicarakan soal kemungkinan pembebasan bersyarat Ba'asyir, beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pak Jokowi bilang 'kita mudahkan saja syarat-syarat itu'," kata dia, melalui sambungan telepon dalam acara
Prime News di
CNN Indonesia TV, Selasa (22/1).
"Jokowi minta saya mencari jalan keluar dan menjembatani," ia menambahkan.
Menindaklanjuti permintaan Jokowi itu, Yusril kemudian bertemu Ba'asyir dan berdialog soal syarat-syarat pembebasan yang dikenakan oleh pihak Kementerian Hukum dan HAM.
 Presiden Jokowi menyebut pembebasan Ba'asyir harus mempertimbangkan kesetiaan pada NKRI dan Pancasila. ( CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Menurut Yusril, dalam pertemuan itu Ba'asyir tetap berkukuh untuk tak menyatakan kesetiaan kepada NKRI dan Pancasila.
"Saya berdialog dengan Ba'asyir. Jawabannya klasik, seperti 20 tahun lalu; setia ke Allah, setia ke Islam, enggak ke yang lain," ujarnya.
"Saya katakan, 'ustaz setia ke Islam juga sebenarnya sama [dengan setia] ke Pancasila karena [Pancasila] tidak bertentangan dengan Islam'. 'Ya, saya tahu itu, [tapi] saya taat ke Islam saja'," tutur Yusril, menirukan dialognya dengan Ba'asyir.
Terlepas dari itu, Yusril tak ambil pusing dengan pilihan Ba'asyir. Pasalnya, kata dia, perundangan sudah memberikan hak bebas bersyarat kepada pimpinan pondok pesantren Al Mukmin, Ngruki, itu, pada Desember 2018.
Selain itu, syarat pernyataan setia kepada NKRI dan Pancasila juga hanya tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 99 Tahun 2012 tentang Perubahan PP No 28 Tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dan Peraturan Menkumham No 3 Tahun 2018.
"Saya berpendapat bahwa yang diberlakukan ke Ba'asyir itu PP No 28 Tahun 2006 [tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan]. PP 99 itu [diundangkan pada] 2012, sementara Ba'asyir mendapat putusan inkrah 2011. PP enggak bisa berlaku retroaktif [berlaku surut] sehingga tidak bisa [syarat-syarat itu] diberlakukan ke beliau," ujarnya.
 Foto: CNN Indonesia/Fajrian |
Namun demikian, Yusril menyadari ada perkembangan terkini di internal pemerintah terkait dengan pembebasan Ba'asyir itu. Hal tersebut diketahuinya dari pernyataan Jokowi sendiri dan Menkopolhukam Wiranto, kemarin, yang menekankan syarat kesetiaan pada NKRI dan Pancasila.
"Tugas saya sudah selesai, Jokowi sudah menjawab apa yang saya sampaikan. Kalau ada perkembangan baru di pemerintah saya hormati itu kewenangan pemerintah. Tugas yang dibebankan ke saya sudah saya kerjakan," ujar dia.
Soal tudingan politisasi dalam pembebasan Ba'asyir, Yusril mengaku tak menghiraukannya. Menurut dia, yang dikatakan Jokowi kepadanya soal alasan pembebasan Yusril mencakup tiga poin.
"Presiden bicara ke saya [soal alasan pembebasan Ba'asyir] ada tiga hal. Pokok pangkalnya alasan kemanusiaan. Bahwa, beliau sudah sangat sepuh, 81 tahun; kesehatan beliau makin menurun; beliau juga seorang ulama. 'Saya tidak ingin seorang ulama berlama-lama di lapas," tuturnya, menirukan ucapan Jokowi.
Menurut dia, tudingan politisasi itu wajar terjadi terutama saat momentum tahun politik.
"Siapapun yang jadi presidennya, orang di sebelah sana akan berkata begitu [politisasi]. Apapun yang kita putuskan akan disalahkan. Orang yang mengkritik itu kalau jadi presiden, menteri akan hadapi hal yang sama," kata Yusril.
 Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar. ( ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay) |
Pada kesempatan yang sama, pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menilai asas berlaku surut atau retroaktif tak bisa diterapkan pada PP soal warga binaan ini. Baginya, syarat-syarat setia pada NKRI dan Pancasila sah untuk dikenakan pada Ba'asyir.
"Kalau perundangan materil kenal retoraktif. Tapi [PP] ini aturan di penjara, di lapas. Meski orang masuknya jauh sebelum [PP] itu [diundangkan], ya seharusnya berlaku juga," ucap dia.
Terlebih, kata Fickar, pasal 15a dan 15b yang mengatur persyaratan pelepasan bersyarat. Bahwa, boleh ditambahkan syarat-syarat khusus mengenai kelakuan terpidana selama tidak mengurangi kebebasan beragama dan kemerdekaan berpolitik.
"KUHP sendiri tentukan syarat, umum dan khusus. Narapidana terikat dengan itu. Minimal, ada pernyataan enggak akan lakukan lagi [tindak pidananya]. Kalau mau mengubah, ya ubah lagi dengan UU. Presiden sendiri enggak bisa [mengubah] dengan diskresinya melawan UU," kata Fickar.
Juru Bicara Direktorat Advokasi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Habiburokhman, menilai rencana pembebasan Ba'asyir ini punya motif politik, terutama terkait Pilpres 2019.
"Tentu ada motif-motif elektoral. Yusril ini kan penasihat hukum capres-cawapres. Hal-hal menyangkut kemanusiaan menjadi rumit ketika digoreng-goreng dengan motif-motif elektoral," ujarnya.
(arh/dea)