Pengamat politik Islam Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ali Munhanif mengatakan pemerintah sebenarnya sudah lama mempertimbangkan pembebasan bersyarat untuk Ba'asyir. Tentu ada alasan kemanusiaan, karena Ba'asyir sudah berusia lanjut dan makin kepayahan.
"Dan pentingnya menghindarkan seorang pimpinan terorisme meninggal di penjara. Karena hal itu akan mengubah citra Ba'asyir, dari terpidana menjadi pahlawan," ucap Ali.
Ali sepakat dengan asumsi bahwa pengikut Ba'asyir akan melunak jika junjungannya berikrar setia kepada NKRI dan Pancasila. Walau bagaimanapun, Ba'asyir adalah tokoh Islam legendaris dan memiliki banyak pengikut fanatik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, salah besar jika Jokowi ingin membebaskan Ba'asyir tanpa berikrar setia kepada NKRI dan Pancasila. Publik akan mempertanyakan komitmen Jokowi membabat terorisme di Indonesia.
Terlebih, selama ini Jokowi dinilai cukup konsisten. Misalnya, kata Ali, menutup situs-situs radikal, membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia serta mendorong moderasi agama.
Ali menilai Jokowi justru akan ditinggal oleh pemilih Muslim apabila membebaskan Ba'asyir tanpa ikrar terhadap NKRI. Terutama mereka yang belum menentukan hingga saat ini atau
undecided voters.
Ali mengatakan bahwa pemilih Muslim saat ini sudah semakin tercerahkan. Dia mengamini banyak kalangan yang mendambakan syariat Islam. Namun, mereka tidak suka jika radikalisme diberikan ruang. Salah satunya dengan memudahkan Ba'asyir bebas bersyarat tanpa ikrar setia kepada NKRI.
"Akan semakin menggerus pemilih Muslim moderat, non-
ideological voters, menjadi tidak memihak. Di sini Jokowi harus hati-hati memainkan kartu radikalisme untuk kepentingan elektoral," kata Ali.
Kata Ali, sebaiknya Jokowi tidak tergoda untuk membebaskan Ba'asyir tanpa syarat hanya untuk kepentingan elektoral.
(bmw/ugo)