Jakarta, CNN Indonesia -- Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) dijadwalkan menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) bersama dengan Komisi III DPR RI pada Senin (28/1).
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan rapat tersebut membahas salah satu pertanyaan dari Komisi III DPR RI kepada KPK terkait kendala dan hambatan yang dihadapi dalam penanganan berbagai kasus korupsi.
Febri menyampaikan kendala yang dialami dalam menangani kasus-kasus korupsi, salah satunya adalah perihal regulasi, yakni dibutuhkannya Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang baru.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masih belum diaturnya sejumlah bentuk tindak pidana korupsi di UU Tipikor yang saat ini berlaku. Sehingga mereka yang melakukan perbuatan tersebut tidak tersentuh dengan UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang digunakan KPK saat ini," ujar Febri dalam keterangan tertulisnya.
Padahal menurut Febri, melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang pengesahan United Nations Convention Against Corruption 2003, standar tersebut telah disahkan.
Selain, kebutuhan undang-undang yang baru tersebut, KPK menyampaikan beberapa hal lainnya dalam pelaksanaan tugas KPK yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu koordinasi, supervisi, penindakan, pencegahan, dan
monitoring.Hal ini, lanjut Febri, merupakan jawaban dari beberapa pertanyaan dan topik pembahasan yang disampaikan Komisi III DPR terhadap KPK.
Diantaranya, pencapaian kinerja dan kendala yang dialami KPK selama tahun 2018, rencana dan target yang akan dijadikan prioritas KPK di 2019, implementasi Strategi Nasional (Stranas) Pencegahan Korupsi dan penjelasan terkait implementasi Road Map 2017-2022 dan evaluasinya dalam memerangi korupsi.
Selanjutnya, langkah KPK dalam meningkatkan kerja sama dengan aparat penegak hukum lainnya seperti Polri dan Kejaksaan, evaluasi terhadap pembentukan kesepahaman yang dilakukan KPK dengan instansi lain dan pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi terhadap aparat penegak hukum lainnya.
KPK juga menguraikan pentingnya implementasi Stranas Pencegahan Korupsi terkait penanggung jawab dan perannya. Selain itu KPK juga menjelaskan 11 strategi apa yang akan digunakan kedepannya.
"Urgensi Stranas PK dengan penanggungjawab tertinggi Tim Nasional PK berada pada Presiden RI, hingga peran Kementerian dan Lembaga yang bertugas sebagai Pengarah, Pengurus Harian dan Pelaksana tugas," jelas Febri.
"Diuraikan juga 11 target aksi Stranas PK, serta, rencana Aksi 2019-2020," tambahnya.
KPK pun mengimbau kepada seluruh masyarakat dan penegak hukum agar memiliki kesadaran bersama dalam mencegah tindak pidana korupsi.
Hal ini pun, kata Febri, agar diketahui dari Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia di 2018 yang menunjukkan publik terhadap tindak korupsi di jabatan publik dan politis.
"IPK Indonesia yang masih berada pada angka 37 di tahun 2018, kami harap terdapat kesadaran bersama, bahwa peningkatan IPK Indonesia adalah tanggung jawab kita semua," ujarnya.
(ani/fea)