
Analisis
Jaket Merah Ahok, Rekonsiliasi di Balik Pemenangan Jokowi
CNN Indonesia | Selasa, 12/02/2019 07:29 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok telah mengenakan jaket merah khas Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pada Jumat (8/2) saat sowan di DPD PDIP Bali. Dalam pertemuan itu, Ahok menunjukkan Kartu Tanda Anggota (KTA), memastikan dirinya telah resmi jadi kader partai berlambang banteng.
Nyatanya, Ahok telah menjadi kader tepat dua hari setelah dirinya bebas dari rumah tahanan (Rutan) Mako Brimob, yakni per 26 Januari 2018. Saat itu, Ahok mendaftar ke DPP PDIP di Jakarta. Hal itu dibenarkan oleh staf Ahok, Ima Mahdiah.
Jauh sebelum bebas, rekan Ahok, Djarot Saiful Hidayat menuturkan bahwa mantan Gubernur DKI itu akan bergabung dengan PDIP. Namun Ahok sempat menghindar dari media saat ditanyakan keinginannya bergabung dengan PDIP.
Dalam peta politik Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, PDIP mengusung petahana Joko Widodo dan Ma'ruf Amin yang akan melawan Prabowo-Sandi. Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Wasisto Raharjo Jati menilai masuknya Ahok ke PDIP jelas sebagai bentuk alat politik atau komoditas bagi Jokowi untuk meyakinkan pemilihnya.
Bergabungnya Ahok juga dipandang sebagai simbol bahwa Jokowi dengan pasangan kiai juga merangkul kaum minoritas. Masuknya BTP, juga bakal menyeimbangkan narasi dan tensi kampanye Jokowi yang kemarin mulai ke 'kanan' karena merangkul Ma'ruf Amin dan NU.
"Hadirnya BTP seolah bergerak ke tengah kembali tuk merangkul suara-suara minoritas," kata Wasisto kepada CNNIndonesia.com, Senin (11/2).
[Gambas:Video CNN]
Hal ini dikatakan Wasisto mengingat posisi Ma'ruf Amin yang pernah menjadi saksi pemberat bagi Ahok atas kasus penistaan agama. Tak dipungkiri para pendukung Ahok alias Ahoker pun banyak yang kecewa saat Jokowi memilih Ma'ruf Amin.
Kondisi masuknya Ahok ke PDIP dianggap bisa meraih kembali simpati masyarakat kepada Jokowi-Ma'ruf. Langkah ini dirasa bisa merangkul kembali sisa-sisa pemilih duet Jokowi-Ahok beberapa waktu silam.
"Itu bisa dimaknai sebagai rekonsiliasi yang justru diapresiasi positif," ucap Wasisto.
Langkah Ahok juga ditangkap Wasisto sebagai bentuk win-win solution. Ahok yang selama ini dianggap sebagai sosok yang arogan berubah menjadi hormat dengan orang tua, Ma'ruf Amin. Wasisto pun menyarankan agar Ahok-Ma'ruf bisa bertemu agar mendapat lonjakan suara yang tinggi.
"Tapi akan lebih mendapat apresiasi keduanya bisa bertemu sebagai bentuk rekonsiliasi," ujar Wasisto.
Gaet Suara Nasionalis
Direktur Eksekutif Voxpol Center and Research Consulting Pangi Syarwi Chaniago menyatakan bahwa tak selamanya magnet Ahok bisa membawa keuntungan bagi Jokowi-Ma'ruf. Ia memperkirakan hanya segmentasi nasionalis yang semakin yakin memilih Jokowi-Ma'ruf.
"Ini hanya memperkuat dan mempertegas basis dukungan di kantong nasionalis seperti Ahoker. Bergabungnya Ahok ke PDIP bagus untuk memperkuat basis pemilih nasionalis," kata Pangi kepada CNNIndonesia.com, Senin (11/2).
Senada dengan Wasisto, Pangi menganggap banyak Ahoker yang kecewa dengan Jokowi karena sosok Ma'ruf. Lagi-lagi, Pangi menilai masuknya Ahok ke PDI Perjuangan ialah alat politik jitu untuk memperbaiki kekecewaan para Ahoker.
"Dengan bergabungnya Ahok ke PDIP, Ahoker bisa all out memenangkan Jokowi dan PDIP pada pilpres 2019 sebab saya selama ini melihat dan mencermati, dukungan loyalis Ahok belum all out/belum maksimal," ucap Pangi.
Ditambah lagi, jika nantinya ada seruan dari Ahok untuk memilih Jokowi-Ma'ruf, maka diprediksi nama Jokowi-Ma'ruf akan menguatkan pemilih sebelumnya.
Kendati begitu, Pangi memprediksi suara nasionalis yang baru merapat tidak akan banyak. Sebab, pemilih Jokowi dan pemilih Ahok biasanya berada pada segmentasi yang sama. Sehingga masuknya Ahok juga bisa jadi tak terlalu berdampak.
Adapun yang menjadi PR Jokowi-Ma'ruf saat ini, kata Pangi, ialah bagaimana mengambil suara dari sayap kanan. Sebab, selama ini penantangnya Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terang-terangan mengaku dibeking oleh para ulama.
"Bagaimana ekspansi atau melebarkan sayapnya mengambil ceruk kantong pemilih kanan, populisme Islam, ini yang mesti dipertegas oleh PDIP, harus berhasil melakukan penetrasi pada kantong pemilih kanan dan tidak hanya menggarap pemilih nasionalis," tutur dia.
(ctr/ain)
Nyatanya, Ahok telah menjadi kader tepat dua hari setelah dirinya bebas dari rumah tahanan (Rutan) Mako Brimob, yakni per 26 Januari 2018. Saat itu, Ahok mendaftar ke DPP PDIP di Jakarta. Hal itu dibenarkan oleh staf Ahok, Ima Mahdiah.
Jauh sebelum bebas, rekan Ahok, Djarot Saiful Hidayat menuturkan bahwa mantan Gubernur DKI itu akan bergabung dengan PDIP. Namun Ahok sempat menghindar dari media saat ditanyakan keinginannya bergabung dengan PDIP.
Lihat juga:Ahok Gabung ke PDIP, Sandi Ucapkan Selamat |
Dalam peta politik Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, PDIP mengusung petahana Joko Widodo dan Ma'ruf Amin yang akan melawan Prabowo-Sandi. Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Wasisto Raharjo Jati menilai masuknya Ahok ke PDIP jelas sebagai bentuk alat politik atau komoditas bagi Jokowi untuk meyakinkan pemilihnya.
Bergabungnya Ahok juga dipandang sebagai simbol bahwa Jokowi dengan pasangan kiai juga merangkul kaum minoritas. Masuknya BTP, juga bakal menyeimbangkan narasi dan tensi kampanye Jokowi yang kemarin mulai ke 'kanan' karena merangkul Ma'ruf Amin dan NU.
"Hadirnya BTP seolah bergerak ke tengah kembali tuk merangkul suara-suara minoritas," kata Wasisto kepada CNNIndonesia.com, Senin (11/2).
[Gambas:Video CNN]
Hal ini dikatakan Wasisto mengingat posisi Ma'ruf Amin yang pernah menjadi saksi pemberat bagi Ahok atas kasus penistaan agama. Tak dipungkiri para pendukung Ahok alias Ahoker pun banyak yang kecewa saat Jokowi memilih Ma'ruf Amin.
Kondisi masuknya Ahok ke PDIP dianggap bisa meraih kembali simpati masyarakat kepada Jokowi-Ma'ruf. Langkah ini dirasa bisa merangkul kembali sisa-sisa pemilih duet Jokowi-Ahok beberapa waktu silam.
"Itu bisa dimaknai sebagai rekonsiliasi yang justru diapresiasi positif," ucap Wasisto.
![]() |
Langkah Ahok juga ditangkap Wasisto sebagai bentuk win-win solution. Ahok yang selama ini dianggap sebagai sosok yang arogan berubah menjadi hormat dengan orang tua, Ma'ruf Amin. Wasisto pun menyarankan agar Ahok-Ma'ruf bisa bertemu agar mendapat lonjakan suara yang tinggi.
"Tapi akan lebih mendapat apresiasi keduanya bisa bertemu sebagai bentuk rekonsiliasi," ujar Wasisto.
Gaet Suara Nasionalis
Direktur Eksekutif Voxpol Center and Research Consulting Pangi Syarwi Chaniago menyatakan bahwa tak selamanya magnet Ahok bisa membawa keuntungan bagi Jokowi-Ma'ruf. Ia memperkirakan hanya segmentasi nasionalis yang semakin yakin memilih Jokowi-Ma'ruf.
"Ini hanya memperkuat dan mempertegas basis dukungan di kantong nasionalis seperti Ahoker. Bergabungnya Ahok ke PDIP bagus untuk memperkuat basis pemilih nasionalis," kata Pangi kepada CNNIndonesia.com, Senin (11/2).
Senada dengan Wasisto, Pangi menganggap banyak Ahoker yang kecewa dengan Jokowi karena sosok Ma'ruf. Lagi-lagi, Pangi menilai masuknya Ahok ke PDI Perjuangan ialah alat politik jitu untuk memperbaiki kekecewaan para Ahoker.
"Dengan bergabungnya Ahok ke PDIP, Ahoker bisa all out memenangkan Jokowi dan PDIP pada pilpres 2019 sebab saya selama ini melihat dan mencermati, dukungan loyalis Ahok belum all out/belum maksimal," ucap Pangi.
Ditambah lagi, jika nantinya ada seruan dari Ahok untuk memilih Jokowi-Ma'ruf, maka diprediksi nama Jokowi-Ma'ruf akan menguatkan pemilih sebelumnya.
Kendati begitu, Pangi memprediksi suara nasionalis yang baru merapat tidak akan banyak. Sebab, pemilih Jokowi dan pemilih Ahok biasanya berada pada segmentasi yang sama. Sehingga masuknya Ahok juga bisa jadi tak terlalu berdampak.
Adapun yang menjadi PR Jokowi-Ma'ruf saat ini, kata Pangi, ialah bagaimana mengambil suara dari sayap kanan. Sebab, selama ini penantangnya Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terang-terangan mengaku dibeking oleh para ulama.
"Bagaimana ekspansi atau melebarkan sayapnya mengambil ceruk kantong pemilih kanan, populisme Islam, ini yang mesti dipertegas oleh PDIP, harus berhasil melakukan penetrasi pada kantong pemilih kanan dan tidak hanya menggarap pemilih nasionalis," tutur dia.
ARTIKEL TERKAIT

Prabowo Disebut Akan Banyak Improvisasi di Debat Capres Kedua
Nasional 10 bulan yang lalu
Antisipasi Isu Pemilih Asing, Dukcapil Beri Akses Data ke KPU
Nasional 10 bulan yang lalu
Jadi Presiden, Prabowo Wacana Pulangkan TKI Bermasalah
Nasional 10 bulan yang lalu
Jokowi Akui Galang Dana di Acara Lelang Lukisan Tim Kampanye
Nasional 10 bulan yang lalu
Mardani Ali Sindir Strategi Deklarasi Alumni ala Jokowi
Nasional 10 bulan yang lalu
Bantah Tudingan Ketua PA 212, Bawaslu Tegaskan Sesuai UU
Nasional 10 bulan yang lalu
BACA JUGA

Garuda Indonesia, BUMN yang Terlalu Lama Dimanja Negara
Ekonomi • 12 December 2019 12:15
SEA Games: Indonesia Jangan Buat Atlet Kalah di Luar Arena
Olahraga • 12 December 2019 09:38
Menakar Kepantasan Indra Sjafri Latih Timnas Indonesia
Olahraga • 12 December 2019 08:34
Ahok: Ridho Tuhan Bawa Pertamina Jadi Perusahaan Kelas Dunia
Ekonomi • 11 December 2019 18:18
TERPOPULER

Mahfud: Tak Ada Kasus Pelanggaran HAM di Era Jokowi
Nasional • 3 jam yang lalu
Curhat Nasib Pengayuh Becak di Era Anies Baswedan
Nasional 1 jam yang lalu
Tak Mau Bohongi Jokowi, OSO Tolak Jadi Wantimpres
Nasional 52 menit yang lalu