Jakarta, CNN Indonesia --
Polisi menyebut agenda pemeriksaan terhadap Ketua Umum Presidium Alumni 212 (
PA 212),
Slamet Maarif dijadwalkan ulang. Mulanya pemeriksaan akan dilakukan pada Rabu (13/2), namun kemudian dijadwalkan ulang pada Senin (18/2) pekan depan.
"Info terakhir yang kami dapat pemeriksaan pada hari Rabu minta dilakukan pada (hari) Senin," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Gedung PTIK, Selasa (12/2).
Menurut Dedi, perubahan jadwal tersebut merupakan permintaan dari pihak Slamet sendiri yang disampaikan melalui kuasa hukumnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dia minta diundur yang harusnya Rabu, diminta mundur Senin," ujarnya.
Selain itu, Dedi juga mengungkapkan bahwa pemeriksaan pada Senin pekan depan itu akan dilakukan di Polda Jawa Tengah (Jateng). Pemindahan tersebut, dikatakan Dedi berdasarkan pertimbangan dari penyidik.
"Dari berbagai aspek penyidik yang lebih paham, mulai dari keamanan dan efisiensi pemeriksaan," ucap Dedi.
[Gambas:Video CNN]Dedi menyampaikan dalam pemeriksaan itu kepolisian juga berkoordinasi dengan sentra penegakan hukum terpadu (gakkumdu), baik dari pihak Badan Pengawas Pemilu maupun Kejaksaan.
Nantinya, dalam pemeriksaan tersebut, kata dia, Slamet akan dimintai keterangan perihal dugaan kampanye dalam orasinya di acara Tabligh Akbar PA 212 Solo Raya, di Jalan Slamet Riyadi, Surakarta.
"Ada beberapa pasal yang sudah jadi rekomendasi dari Bawaslu. Nanti dalam proses pemeriksaan juga akan diverifikasi kembali sesuai dengan fakta yang diajukan oleh Bawaslu," tutur Dedi.
Dalam kasus ini, Slamet diduga melanggar pasal 280 Undang-Undang Pemilu karena melakukan kampanye diluar jadwal yang ditetapkan KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota. Slamet menyampaikan ajakan mencoblos pasangan calon nomor urut dua saat berorasi di acara Tabligh Akbar Alumni 212 se-Solo Raya pada Minggu (13/1) lalu.
Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI) itu terancam pidana penjara maksimal satu tahun dan denda maksimal Rp12 juta (pasal 492 UU Pemilu), atau penjara dua tahun dan denda paling banyak Rp24 juta (pasal 521 UU Pemilu).
(dis/ain)