Palembang, CNN Indonesia -- Sedikitnya sembilan
bandar narkoba antarpulau yang divonis mati oleh Pengadilan Negeri Klas 1A Palembang mengalami depresi dan ingin segera dieksekusi secepatnya. Hal tersebut diungkapkan penasehat hukum para terdakwa, Wanidah, Rabu (13/2).
Wanida mengatakan pasca sidang vonis, sembilan terdakwa ditahan di tiga Lembaga Pemasyarakatan yang berbeda. Mereka adalah Frandika Zulkifly (22), Hasanuddin (38), dan Chandra Susanto (23) yang ditahan di Lapas Merah Mata Palembang, kemudian Muhammad Nazwar Syamsu alias Leto (25) Faiz Rahmana Putra (23), dan Andik Hermanto (24) ditahan di Lapas Kayuagung Ogan Komering Ilir, dan Trinil Sirna Prahara (21), Shabda Sederdian, dan Ony Kurniawan (23) ditahan di Lapas Banyasin.
"Mereka sekarang disel isolasi, karantina tanpa ada cahaya di selnya. Dipisahkan dari tahanan lain. Kondisi mereka nge-drop. Psikisnya mereka terganggu, mereka merasa lebih baik mati sekarang, eksekusi lah langsung," ujar Wanidah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wanida pun menyarankan perlunya pendampingan psikologis untuk para terdakwa kepada pihak lapas dan pengadilan negeri karena khawatir para terdakwa tersebut berupaya bunuh diri di dalam sel.
"Saya kira perlu pendampingan psikolog untuk menyemangati mereka. Mereka sangat tertekan, putus asa. Saya takut mereka membenturkan kepala ke dinding, bunuh diri," ujar dia.
Selama persidangan hingga kini para terdakwa belum boleh dijenguk kecuali oleh penasehat hukum. Wanida mengaku sempat mempertanyakan alasan tidak boleh dijenguk, namun belum jelas sampai kapan larangan tersebut berlaku.
"Saya tanya ke pihak lapas juga, mereka nunggu perintah atasan saja. Saya juga bingung, kasihan mereka. Ibunya Frandika itu sampai sakit gara-gara dengar vonis mati anaknya ini. Kami akan mempersiapkan memori banding sebaik mungkin," kata dia.
Wanidah menjelaskan sampai sekarang pihaknya belum menerima salinan putusan dari PN Palembang. Pihaknya baru mendaftarkan akta banding sembari menunggu salinan putusan dari PN Palembang.
Dia berujar alasan pengajuan banding lantaran hukuman mati bagi para terdakwa sangat tidak adil. Menurut Wanida berujar penjatuhan vonis tidak bisa disamaratakan kepada seluruh terdakwa karena setiap orang dari 9 komplotan tersebut memiliki peran masing-masing.
"Seperti Faiz yang saat penangkapan hanya diminta untuk menemani istrinya Leto. Dia juga baru sekali terlibat. Mereka juga masih muda-muda, masih bisa dibina sehingga saya rasa vonis mati ini terlalu berlebihan," ujar dia.
Wanida berharap dalam banding nanti hakim bisa mempertimbangkan detail keterlibatan setiap orangnya sehingga tidak semuanya mendapatkan hukuman mati.
(wis/idz/wis)