Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa penuntut umum (JPU) membacakan dakwaan terhadap tersangka kasus penyebar berita bohong atau hoaks
Ratna Sarumpaet dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam dakwaan tersebut JPU membeberkan nama-nama tokoh yang mendapat cerita dari Ratna Sarumpaet soal berita bohong mukanya yang lebam.
"Bahwa perbuatan terdakwa yang telah menceritakan mengenai penganiayaan yang dialaminya dan mengirimkan foto-foto wajah terdakwa dalam keadaan lebam dan bengkak kepada saksi Achmad Ubangi, saksi Saharudin, saksi Makmur Julianto, saksi Rocky Gerung, Dede Saripudin, Said Iqbal, Nanik Sudaryati, Amien Rais, Dahnil Anzar, Fadli Zon, Basari, Simon Aloisius, Prabowo Subianto, Sugianto, dan Djoko Santoso merupakan rangkaian kebohongan terdakwa," tutur salah satu JPU di Ruang Sidang Utama PN Jakarta Selatan, Kamis (28/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam dakwaannya, JPU juga menyinggung soal konferensi pers yang sempat digelar oleh Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pada 2 Oktober lalu.
Dalam konferensi pers itu, dikatakan JPU bahwa pihak BPN mengecam tindakan penganiayaan terhadap Ratna yang nyatanya merupakan hoaks.
"Dilaksanakan konferensi pers oleh Prabowo Subianto di kantor tim pemenangan Prabowo-Sandiaga di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jaksel, yang disampaikan Prabowo tentang terjadinya penganiayaan yang dialami terdakwa," kata Jaksa.
JPU menuturkan dalam kenyataannya, lebam pada wajah Ratna merupakan hasil dari operasi plastik di Rumah Sakit Khusus Bedah Bina Estetika, Menteng, Jakarta Pusat.
JPU menyampaikan cerita bohong Ratna menyebar ke berbagai pihak hingga menimbulkan kegaduhan.
"Termuat dalam cuitan saudara Rizal Ramli, Rocky Gerung, akun Facebook Nanik Sudaryati, serta konferensi pers saudara Prabowo Subianto yang mengakibatkan kegaduhan dan atau keonaran di kalangan masyarakat baik di media sosial maupun terjadinya unjuk rasa," tutur JPU.
JPU menjerat Ratna dengan dua dakwaan. Dakwaan pertama, Ratna didakwa menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat.
Ratna juga didakwa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku,m agama, ras atau antar golongan (SARA)
Atas dua dakwaan itu dia dijerat Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ancaman penjara 10 tahun.
(dis/wis)