Palembang, CNN Indonesia -- Ketua Komisi Pemilihan Umum (
KPU) Kota
Palembang Eftiyani mengakui menjadi bagian tim saksi dari salah satu pasangan calon dalam Pilgub Sumatera Selatan 2018 lalu.
Hal itu diungkap Eftiyani saat menjalani sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (
DKPP) di Palembang, Senin (4/3).
Di hadapan majelis, Eftiyani mengakui bahwa dirinya menjadi saksi pasangan calon nomor urut 4, Dodi Reza Alex-Giri Ramanda Kiemas dan hadir dalam pleno rekapitulasi perolehan suara di KPU Sumsel 8 Juli 2018. Menurutnya, dia mendapat mandat dari tim pemenangan karena dianggap berpengalaman dalam pemilu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya ditunjuk jadi saksi, diminta tim pasangan nomor empat Dodi Reza Alex dan Giri Ramanda Kiemas. Tapi saya bukan tim sukses, tidak berafiliasi dengan partai apapun," ungkap Eftiyani.
Dodi Reza dikenal sebagai politikus Partai Golkar. Ia merupakan anak dari Gubernur Sumsel dua periode, Alex Noerdin. Sementara itu, Giri Ramanda diketahui sebagai keponakan dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarno Putri.
Dalam sidang, Efriyanti berdalih tak pernah terlibat dan masuk dalam kepengurusan partai apapun.
Kasus Efriyanti ini mencuat setelah dirinya dilaporkan seorang mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang, Ricky Yudistira, ke DKPP.
Ricky Yudistira mengatakan dirinya mengetahui teradu Eftiyani menjadi saksi cagub Sumsel dari layar yang disediakan KPU Sumsel saat pleno rekapitulasi berlangsung. Selanjutnya, ia pun mengaku kaget ketika mengetahui Eftiyani dilantik menjadi Ketua KPU Palembang tujuh bulan kemudian yakni pada Januari 2019.
Menurutnya hal tersebut secara administrasi sudah menyalahi persyaratan untuk menjadi komisioner KPU sesuai amanat UU No 7 tahun 2017. Dirinya mengklaim memiliki bukti surat mandat Eftiyani sebagai saksi yang ditandatangani pasangan calon dan tiga partai pengusung.
"Itu disampaikan dalam aduan saya. Saya anggap Eftiyani terlibat dalam partai politik atau politik praktis," kata Ricky.
Oleh karena itu, Ricky berharap majelis DKPP memberi sanksi sesuai undang-undang jika teradu terbukti melanggar kode etik. Dirinya pun berharap pemilu di Sumsel berlangsung demokratis tanpa ditunggangi pihak-pihak berkepentingan.
Sementara itu, ketua majelis yang juga anggota DKPP Muhammad mengatakan, pihaknya akan melakukan pengkajian keterangan pengadu, teradu, pihak terkait, dan saksi yang disampaikan di persidangan.
Ia mengatakan setidaknya paling lambat dalam tempo tujuh hari aduan itu pun akan dibahas dalam pleno internal DKPP.
"Dalam pleno nanti akan diputuskan apakah saudara teradu ini terbukti melanggar kode etik atau tidak. Pengadu menilai teradu yakni Ketua KPU Palembang Eftiyani berafiliasi dengan partai. Dan syarat menjadi komisioner KPU tidak boleh terlibat dalam partai lima tahun sebelumnya," kata Muhammad.
Muhammad mengungkapkan kasus serupa pernah diproses DKPP. Hanya saja, majelis memiliki pandangan berbeda dalam menentukan keputusan akhir.
"Nanti dianalisa dulu, jika terbukti melanggar apa sanksinya, dipecat atau peringatan. Kalau tidak bersalah nama baiknya harus direhabilitasi," kata Muhammad.
Kemarin dalam majelis yang dipimpin Muhammad itu diikuti pula anggota yang merupakan tim pemeriksa daerah Provinsi Sumsel. Tim itu beranggotakan Febrian (unsur masyarakat), Junaedi (Bawaslu Sumsel), dan Amran Muslimin (unsur KPU Sumsel).
(idz/kid)