Bandung, CNN Indonesia -- Terpidana kasus suap proyek
Meikarta yang juga eks konsultan Lippo Group, Fitra Djaja Purnama, mengklaim tidak pernah menawarkan atau menjanjikan uang kepada pihak Pemerintah Kabupaten Bekasi. Namun, akunya, pihak dinas lah yang aktif meminta.
Ia pun memberi sejumlah uang kepada beberapa dinas terkait dengan besaran yang disesuaikan dengan bobot kerjanya terkait perizinan proyek yang digarap Lippo Group itu.
Hal itu dikatakannya dalam sidang lanjutan perkara suap perizinan proyek Meikarta, kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Rabu (27/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selian Fitra, terpidana Henry Jasmen dan terpidana Taryudi pun dihadirkan sebagai saksi. Di samping itu ada Asep Buchori selaku kepala bidang di Dinas Damkar Bekasi, Rohim Sutisna selaku Kadiskominfo dan Abdul Rofik selaku Kadis Perdagangan.
Kepada hakim, Fitra mengaku sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) dari beberapa dinas yang meminta uang kepada pihaknya. Menurutnya, ada yang menyebutkan nominal, namun ada juga yang tidak.
Ia mencontohkannya dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Pemkab Bekasi Jamaludin, termasuk Neneng Rahmi selaku Kabid Tata Ruang Dinas PUPR Pemkab Bekasi, yang meminta Rp4 miliar.
 Terdakwa suap perizinan proyek Meikarta yang juga eks Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin menghadiri sidang lanjutan di PN Tipikor, Bandung, Jawa Barat, Rabu (20/3). ( ANTARA FOTO/M Agung Rajasa) |
"Untuk rekomendasi yang ada di lingkungan PUPR. Saat itu Pak Jamal menyampaikan 3-4 miliar kepada Pak Henry [Jasmen, konsultan Lippo]," kata Fitra.
Karena banyaknya permintaan, Fitra menyampaikannya kepada Henry. Nama terakhir menyampaikannya kepada Billy Sindoro selaku Direktur Operasional Lippo Group saat itu.
Atas saran Billy, Fitra membuatkan bobot pekerjaan dinas-dinas di Pemkab Bekasi yang terkait perizinan Meikarta. Skalanya 1 sampai 4. Makin tinggi skalanya makin berat bobot kerjanya dan makin besar uang suapnya.
Yang ia anggap paling berat bobot kerjanya adalah Dinas PUPR dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Setelahnya, dengan skala berurutan dari 3 sampai 1, adalah Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perhubungan dan Damkar, serta Dinas Permukiman.
"Itu sebagai indeks beban kerja. Bobot pekerjaan 4, 2, 3, 1," ujar Fitra.
Jaksa lantas menanyakan apakah jumlah Rp4 miliar yang diminta Jamaludin terealisasi. Fitra menyebut jumlah yang akhirnya terealisasi sebesar Rp2 miliar.
Saat ditanya hakim siapa yang memberikan uang, Fitra mengatakan pihak yang memberi adalah Henry.
"Pemberiannya tidak tahu. Penyerahannya oleh Pak Henry," ujarnya.
 Foto: CNN Indonesia/Fajrian |
Dibuntuti KPKSaksi lainnya, Henry Jasmen, mengaku harus merekayasa cerita dibuntuti KPK saat ditagih uang terkait perizinan Meikarta oleh pihak Pemkab Bekasi.
Henry, yang telah divonis 3 tahun penjara bercerita, rekayasa cerita itu karena dirinya merasa risih terus ditagih oleh Asep Buchori yang menjabat Kepala Bidang Penyuluhan dan Pencegahan pada Dinas Damkar Pemkab Bekasi terkait commitmen fee penerbitan izin alat proteksi kebakaran di Dinas Damkar Kabupaten Bekasi.
Menurut Henry, Asep pernah menagih
comitmen fee tahap ketiga kepada dirinya pada 9 Juni 2018. Pemberian ke Dinas Damkar senilai Rp1 miliar sendiri diketahui dilakukan melalui 4 tahapan.
"Saya membicarakan itu supaya tidak dikejar-kejar lagi. Saya bicarakan, saya buat cerita," katanya.
"Cerita itu disampaikan langsung atau via telepon ya?," tanya pengacara Sahat.
"Dia sering telepon saya. Ketika dia telepon tanya 'apa kabar?' 'Eh, bagaimana kang?'. Kalau sudah nanya itu saya sudah mikir menanyakan sesuatu itu. Baru saya cerita (narasi KPK membuntuti)," tutur Henry.
[Gambas:Video CNN] (hyg/arh)