Buku soal Kekerasan Etnis dan Agama Terbit Jelang Pilpres

CNN Indonesia
Rabu, 10 Apr 2019 20:17 WIB
Dalam bukunya, peneliti HRW Andreas Harsono menyebut 90 ribu orang terbunuh dalam konflik komunal.
Ilustrasi. (Mohamed el-Shahed / AFP)
Jakarta, CNN Indonesia -- Monash University menerbitkan buku berisi tentang kekerasan etnis dan agama yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Buku berjudul Race, Islam and Power: Ethnic and Religious Violence in Post-Suharto Indonesia, karya peneliti Human Rights Watch (HRW) Andreas Harsono itu diterbitkan sepekan jelang Pilpres 2019.

Dalam buku tersebut, Andreas menjelaskan munculnya kekerasan etnis dan agama di Indonesia. Salah satunya dipicu oleh lengsernya Presiden Soeharto sehingga memicu kemunduran politik di Indonesia yang multi etnis, multi agama, serta multi bahasa.

"Banyak kelompok etnis dan agama berusaha menemukan keseimbangan baru, menuntut lebih banyak ruang dalam ranah politik, ekonomi, dan budaya mereka," kata Andreas dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Selasa (9/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Andreas melakukan penelitian selama 15 tahun untuk melihat bagaimana kelompok etnis dan agama semakin sering masuk ke ranah politik.


"Setidaknya 90.000 orang terbunuh dalam konflik komunal yang terjadi setelah lengsernya Soeharto," ujarnya.

Dia juga menyinggung impunitas yang masih menjadi masalah besar di Indonesia. Menurutnya, banyak calon legislatif baik di tingkat daerah hingga pusat, termasuk calon presiden dan wakil presiden, diduga terlibat kasus pelanggaran HAM.

Andreas menyoroti konflik komunal di berbagai wilayah di Indonesia. Di Sumatera misalnya, dia menyoroti soal Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang melawan pemerintahan Indonesia sejak 1976. Alhasil, banyak wilayah di Sumatera yang kemudian mengadopsi budaya Jawa agar memperoleh bantuan keuangan dari pemerintah pusat di Jakarta.


Namun, setelah peristiwa tsunami pada 2004 silam, lahir perjanjian damai antara GAM dan pemerintah Indonesia yang kemudian mengakhiri perlawanan selama ini.

"Aceh juga mengadopsi Syariah (hukum Islam), memperkenalkan peraturan diskriminatif terhadap agama dan gender minoritas," ucap Andreas.

Dia juga menyoroti perang antara etnis Dayak dan etnis Madura yang terjadi di Kalimantan. Puncaknya adalah konflik di Sampit, Kalimantan Tengah, yang menyebabkan 2.500 orang Madura meninggal.

Kemudian, Andreas juga menyoroti konflik antara kelompok Islam dan nasionalis yang berlangsung sejak 1920-an di Jawa. Dia menyebut setelah lengsernya Soeharto, para politikus Islam di Jawa berusaha menghidupkan kembali gagasan untuk membuat Indonesia sebagai negara Islam.

Andreas menuturkan para politikus itu berusaha menerapkan hukum syariah hingga mengusulkan larangan untuk tidak memilih pemimpin non-muslim.

"Beberapa kelompok Islam garis keras menggunakan kekerasan untuk mempercepat agenda mereka, termasuk pemboman di Jakarta dan Bali pada tahun 2002 dan 2005 yang menewaskan ratusan orang," tuturnya.

Konflik yang terjadi di Maluku juga ikut dibahas dalam buku. Apalagi, konflik paling besar terjadi pasca-Soeharto lengser, tepatnya antara 1999 hingga 2005.

Di buku itu, Andreas juga menyoroti berbagai konflik yang terjadi di Timor Leste hingga Papua Barat.

(dis/asa)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER