Pemblokiran Jurdil 2019 dan Aturan Pemantau Pemilu

CNN Indonesia
Senin, 22 Apr 2019 11:43 WIB
Bawaslu mencabut izin Jurdil 2019 yang terdaftar di sebagai pemantau pemilu, karena mengeluarkan penghitungan suara antara Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi.
Foto: Screenshot via Aplikasi Jurdil 2019
Berdasarkan Peraturan KPU 10 Tahun 2018 tentang Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu, para lembaga survei yang bisa menampilkan hasil quick count harus terdaftar secara resmi di KPU.

Selain itu, para lembaga survei disyaratkan memiliki keharusan untuk memiliki badan hukum di Indonesia dan sumber dana yang tidak berasal dari pembiayaan luar negeri.

Lembaga survei dalam melaksanakan quick count diwajibkan untuk menggunakan metode ilmiah dalam pelaksanaannya, antara lain meliputi wawancara dan tidak diperbolehkan untuk mengubah data lapangan dalam pemrosesan data.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selanjutnya lembaga survei diwajibkan untuk melaporkan metodologi pengumpulan data, sumber dana, jumlah responden, serta tanggal dan tempat pelaksanaan quick count.

Komisioner KPU Wahyu Setiawan beberapa waktu lalu pernah menyebut bahwa lembaga survei yang tidak terdaftar secara resmi di KPU akan dijatuhi pelanggaran bila ditemukan merilis hasil quick count di Pemilu 2019.

Diketahui sebanyak 40 lembaga survei telah berpartisipasi dalam proses hitung cepat Pemilu 2019. Sebanyak 40 lembaga survei ini telah terdaftar dan dinyatakan telah lolos verifikasi oleh KPU untuk melakukan hitung cepat pada 17 April 2019.

Berdasarkan penelusuran CNNIndonesia.com, organisasi Jurdil 2019 sendiri tak termasuk dalam salah satu dari 40 lembaga survei untuk melakukan publikasi hitung cepat dalam Pemilu 2019.

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati menilai sudah sepatutnya lembaga pemantau pemilu Jurdil 2019 di cabut izinnya oleh pihak Bawaslu.

Sebab status pemantau pemilu hanya bertugas semata-mata melakukan observasi tanpa berwenang melakukan quick count di Pemilu 2019 ini.

"Nah kalau quick count itu beda lagi aturan dan pasalnya. Jadi tidak bisa pemantau merangkap quick count," kata Wasis kepada CNNIndonesia.com.

Meski begitu, Wasis mengakui memang terdapat ruang 'abu-abu' dalam UU Pemilu bahwa tak ada larangan bagi pemantau pemilu untuk menggelar quick count.

Ia menyatakan sudah sepatutnya para lembaga perlu memiliki standar etika tersendiri seusai tugas dan fungsinya agar tak merusak kredibilitasnya sebagai pemantau pemilu.

"Tapi seyogyanya pemantau pemilu juga perlu tahu etika dan standar moral ketika merangkap lembaga QC karena itu taruhannya adalah kredibilitas individu dan institusi," kata dia.
(rzr/osc)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER