MK Akui Aturan Pemilu Serentak Tak Mustahil Berubah

CNN Indonesia
Kamis, 25 Apr 2019 00:30 WIB
Buka peluang perubahan aturan pemilu harus serentak, Mahkamah Konstitusi (MK) menyebut konstitusi bisa diubah, yang tak bisa diubah hanya kitab suci.
Juru bicara MK Fajar Laksono mengaku tak mustahil aturan pemilu serentak berubah. (CNN Indonesia/Hesti Rika)
Bogor, CNN Indonesia -- Mahkamah Konstitusi (MK) menyebut tak mustahil ada perubahan putusan terkait pemilu serentak jika ada permohonan uji materi UU Pemilu. Syaratnya, ada perkembangan hukum baru.

Hal ini dikatakan terkait ratusan korban jiwa petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dalam gelaran Pemilu 2019 yang memakai format pemilu serentak.

"Memang tidak mustahil putusan MK berubah, sepanjang nanti ada perkembangan hukum baru bisa saja berubah," kata Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) RI Fajar Laksono, dalam acara Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara Bagi Wartawan se-Indonesia di Cisarua, Bogor, Rabu (24/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau nanti, misalnya, ada permohonan yang diajukan ke MK terkait dengan itu, bisa saja. Persis yang dikatakan pak Ketua [MK Anwar Usman] yang tidak bisa diubah itu kan kitab suci, konstitusi bisa diubah," dia menambahkan.

Namun demikian, Fajar tetap menyarankan ada perbaikan sistem lebih dahulu dalam penyelenggaraan pemilu serentak. Pihaknya juga menyarankan evaluasi menyeluruh terhadap ajang Pemilu 2019.

Effendi Ghazali, salah satu penggugat uji materi soal pemilu serentak yang dikabulkan MK.Effendi Ghazali, salah satu penggugat uji materi soal pemilu serentak yang dikabulkan MK, dari yang tadinya terpisah antara pileg dan pilpres. (CNN Indonesia/Denny Armandhanu)
"Pemilunya tetap serentak, tapi kemudian diperbaiki semuanya, semua aspeknya apakah itu penyelenggara pemilu baik di level pusat maupun level TPS. Kalau pun ada perbaikan ke depan mari dievaluasi bersama-sama," tuturnya.

Data terbaru Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat bahwa jumlah yang meninggal dunia bertambah menjadi 144 orang dan 883 petugas lainnya sakit.

Fajar pun menolak disalahkan atas korban jiwa dalam Pemilu 2019 itu, meski lembaganya lah yang mengabulkan uji materi pemilu digelar serentak.

"Bahwa pemilu serentak ini merupakan hasil putusan MK, memang iya. Tadi saya katakan semuanya bergembira ketika MK memutuskan Pemilu Serentak termasuk tentu pemohon," ujarnya.

"Ketika [pemilu serentak] kemudian dilaksanakan, ada persoalan, jangan kemudian menyalahkan putusan MK. Karena putusan MK berdasarkan konstitusi. Ya konstitusi begitu bunyinya. Itu bukan berarti putusan MK keliru," dia menambahkan.

Fajar menyebut sejumlah faktor yang membuat tugas KPPS berat pada Pemilu 2019 ini.

MK Akui Aturan Pemilu Serentak Tak Mustahil BerubahFoto: CNN Indonesia/Timothy Loen
"Ada tekanan psikologisnya yang membuat banyak petugas KPPS yang meninggal, ya kelelahan, faktor teknis penghitungan sampai subuh, bahkan ditambah perpanjangan jam," tuturnya.

Diketahui, MK juga memutus bahwa batas waktu penghitungan suara di TPS ditambah 12 jam, dari sebelumnya yang harus diselesaikan di hari yang sama dengan pencoblosan.

Terkait anggaran Pemilu 2019 yang mencapai Rp25 triliun, Fajar enggan menanggapinya. Menurutnya, pemilu serentak digelar karena mempertimbangkan efektivitas waktu dan efisiensi anggaran.

"Saya tidak tahu persis terkait [anggaran] itu, kalau pertimbangan MK kan efektivitas dan efisiensi. Kalau pemilu serentak itu kan sekali, berarti tidak berkali-kali. Sebagai contoh jadi tidak perlu membayar honor KPPS berkali-kali," terangnya.

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengkritisi gelaran Pemilu 2019. Menurutnya, korban dari petugas KPPS ini tak lepas dari skema pemilu serentak. Ia pun mendorong DPR untuk melakukan perubahan perundangan.

[Gambas:Video CNN] (fnr/arh)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER