Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menyatakan istana meminta polisi agar mencari otak atau dalang di balik aksi rusuh kelompok Anarcho Syndicalism saat
Hari Buruh Internasional (
May Day) di sejumlah kota di Indonesia pada 1 Mei 2019.
Atas dasar itu, kata Moeldoko, KSP mengundang Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Idham Azis untuk mengetahui lebih lanjut soal kelompok yang diidentifikasi pelaku rusuh saat
May Day tersebut.
"Tadi Kabareskrim saya undang ke kantor untuk mendalami apa itu Anarcho. Mereka sudah eksis kurang lebih tiga tahun lalu," kata Moeldoko di kantornya, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (2/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Moeldoko mengatakan kelompok yang mengenakan pakaian hitam-hitam saat Hari Buruh itu sudah sering melakukan pelanggaran vandalisme. Ia pun telah memerintahkan Polri untuk mendalami kelompok Anarcho Syndicalism
"Kami ingin tahu siapa otak di balik itu semua dan apa tujuannya. Namanya mengerikan, Anarcho, anarkis," ujar Moeldoko.
Mantan Panglima TNI itu menduga kelompok tersebut bergerak terstruktur ketika melakukan aksi saat Hari Buruh, baik di Jakarta maupun Bandung.
Moeldoko mengatakan pemerintah ingin mendalami lebih jauh terkait gerakan itu.
"Saya harus mengenali lebih jauh. Kalau ada upaya tertentu dari pihak tertentu ingin memaksakan niat tertentu, dalam sebuah event tertentu, maka ini bisa juga menjadi amunisi bagi mereka," katanya.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebut insiden kerusuhan yang terjadi di beberapa daerah saat aksi Hari Buruh, Rabu (1/5) kemarin, dipicu kelompok Anarcho Syndicalism.
Meski begitu, menurut Tito secara umum pelaksanaan peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day di seluruh wilayah Indonesia relatif aman.
Kelompok tersebut, kata Tito, identik dengan aksi vandalisme dengan simbol huruf A. Kelompok itu, lanjutnya, bukanlah fenomena lokal melainkan fenomena internasional yang sudah berkembang di luar negeri.
Tito menyebut kelompok Anarcho Syndicalism itu ada di sejumlah negara antara lain Rusia, Eropa, Amerika Selatan, serta Asia.
Di Indonesia, sambung Tito, diperkirakan baru berkembang beberapa tahun terakhir. Tahun lalu, kelompok itu disebut muncul di Jogja dan Bandung.
"Sekarang juga ada di Surabaya, ada di Jakarta, dan mereka sayangnya melakukan aksi kekerasan,
vandalism, coret-coret simbol A, ada yang merusak pagar," ujar Tito.
[Gambas:Video CNN] (fra/kid)