Jakarta, CNN Indonesia --
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menemukan faktor utama penyebab banyaknya petugas
Kelompok Pengawal Pemungutan Suara (KPPS) meninggal usai menggelar Pemilu pada 17 April bukanlah kelelahan. Kelelahan itu hanya pemicu yang membuat penyakit bawaan menjadi semakin parah.
Sekertaris Jendral Kemenkes Oscar Primadi menyebut meninggalnya ratusan petugas ini bukan karena kelelahan itu sendiri. Namun, katanya, kelelahan itulah yang menjadi pemicu penyakit yang telah diidap oleh para petugas KPPS ini.
Hingga saat ini, kata dia, Kemenkes telah menerima laporan dari 17 provinsi yang menunjukkan bahwa meninggalnya petugas Pemilu bukan karena kelelahan, melainkan kelelahan menjadi pemicu penyakit yang diidap oleh petugas menjadi semakin parah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita melihat beberapa provinsi yang sudah kita dapatkan datanya kita melihatnya tidak ada hal yang berhubungan langsung [dengan kelelahan], tapi berkaitan dengan penyakit bawaan yang diderita petugas, di mana kelelahan menjadi
trigger (pemicu) daripada ini (meninggalnya petugas Pemilu)," kata Oscar, dalam rilis yang diterima
CNNIndonesia.com, Senin (13/5).
Oscar mencontohkan seorang petugas KPPS yang meninggal yang telah mengidap penyakit jantung sejak lama. Seharusnya, kata dia, seseorang dengan faktor risiko penyakit ini tidak boleh terlalu lelah.
 Anggota KPPS Wahyu Army menjalani perawatan di RS PKU Muhammadiyah, Tegal, Jawa Tengah, Selasa (23/4), setelah mengalami sesak napas diduga karena kelelahan. ( ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah) |
Namun, petugas itu dituntut untuk menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dan tepat sesuai tenggat tahapan penghitungan suara. Menurut Oscar, inilah yang berdampak pada jantungnya.
Dia juga menjelaskan sedikitnya ada 13 penyakit yang ditemukan dalam diri petugas KPPS ini. Dan setelah diinvestigasi, korban memiliki penyakit dan terpicu karena kelelahan.
"Ada 13 penyakit, yang paling mendominasi ialah jantung, kemudian
infarct myocard (serangan jantung), koma hepatikum, stroke, dan hipertensi. Ini penyakit-penyakit yang memang sisi angka Riskesdas 2018 penyakit ini banyak diderita oleh masyarakat kita," kata dia.
Berdasarkan Riskesdas 2018, prevalensi stroke sebesar 10,9 perseribu penduduk, meningkat dari angka Riskesdas 2013 yang hanya 7 perseribu penduduk.
Sementara, prevalensi penyakit jantung 1,5 persen pada Riskesdas 2018. Pada Riskesdas 2013, prevalensi jantung koroner berdasarkan yang pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 persen, dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5 persen.
Prevalensi gagal jantung berdasarkan yang pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,13 persen, dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 0,3 persen.
 Tenaga medis dari RSUD Malang memeriksa tekanan darah petugas saat Rekapitulasi Penghitungan Suara Pemilu 2019 di PPKKedungkandang, Malang, Jawa Timur, Selasa (23/4). ( ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto) |
Untuk hipertensi, sesuai Riskesdas 2018, angkanya mencapai 8,4 persen berdasarkan diagnosis dokter, 8,8 persen diagnosis berdasarkan dokter atau minum obat antihipertensi. Sementara pada Riskesdas 2013, angkanya mencapai 9,4 persen diagnosis dokter dan 9,5 persen diagnosis berdasarkan dokter dan minum obat antihipertensi.
Tak hanya penyakit, Oscar menyebut tingkat polusi, misalnya asap rokok, di TPS juga bisa memicu penyakit yang diidap sebelumnya menjadi makin parah.
Namun demikian, sebelum pelaksanaan pencoblosan pada 17 April 2019, Kemenkes sudah berkomunikasi dengan teman-teman daerah, di dinas kesehatan dan rumah sakit untuk waspada.
"Kemudian pada 22 April 2019, Kemenkes menegaskan dengan surat edaran untuk membantu mem-backup teman-teman (petugas pemilu) yang bertugas di lapangan untuk menyiapkan posko kesehatan dan alhamdulilah itu bergerak seluruh Indonesia dan kita backup betul," kata Oscar.
[Gambas:Video CNN] (tst/arh)