Keberadaan gerakan ITP sejak awal memang telah menuai kontroversi. Banyak pihak tak setuju dengan cara ITP yang dinilai terlalu masif mengampanyekan bahaya pacaran dan upayanya mendorong nikah muda melalui akun media sosial. Tak sedikit yang mencibir, namun banyak pula yang memuja.
Dari hasil penelusuran, jumlah pengikut ITP di akun Facebook dan Instagram telah mencapai hampir satu juta orang. Belum lagi jumlah mereka yang bergabung di grup WhatsApp.
Akun instagram @indonesiatanpapacaran sendiri cukup rajin mengunggah foto dengan berbagai kutipan. Salah satu unggahan di bulan Ramadan ini, 'Berbuka dengan yang halal, karena yang manis belum tentu halal untukmu'.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akun ini juga kerap memancing pengikutnya dengan memberikan 'iming-iming' kenikmatan pernikahan. Hal ini terlihat dalam unggahan bergambar cincin bentuk hati. Pada unggahan foto itu tertulis 'Bulan syawal udah deket lho. Apa enggak punya niat gitu. Mengubah status di eKTP?'
Unggahan lain yang juga menuai banyak komentar adalah tentang estimasi biaya pacaran selama setahun yang disebut cukup untuk biaya umrah. Dalam keterangannya, akun ITP menyebut bahwa pacaran sama dengan pemborosan. Unggahan ini pun sempat viral dan dikritik habis-habisan oleh warganet.
Ditemui akhir Februari lalu di Jakarta, Munafar tak menampik bahwa gerakan untuk mengajak hijrah kaum muda dari pacaran yang digagasnya sejak September 2015 ini mendapat banyak kritik dan 'nyinyiran'.
Munafar mengaku idenya membentuk gerakan hijrah tersebut berawal dari keprihatinan gaya berpacaran anak muda yang hanya membawa dampak buruk hingga berujung pada perbuatan zina.
Orang yang berpacaran, menurut Munafar, bisa menghabiskan waktu setidaknya tujuh hingga delapan jam untuk bersama dalam satu bulan. Padahal dari riset yang diklaim ia lakukan, sekitar 84,7 persen orang yang berpacaran tak berujung ke pelaminan.
 (ANTARA FOTO/Rahmad) |
Gerakan ITP sendiri menggelar berbagai kajian, pelatihan, acara tabligh akbar, hingga seminar cinta, dan motivasi. Munafar menegaskan bahwa gerakan yang ia gagas ini bukan untuk perjodohan atau ajang
taaruf. ITP diklaim sebagai gerakan yang berkonsep edukasi. Ia menyebutnya sebagai transfer keilmuan bagi para anggota gerakan tersebut.
Ajang perjodohan itu diakui Munafar berada di luar kontrolnya karena terjadi pada gerakan ITP yang ada di daerah-daerah. Mereka bertemu karena sesama pengurus atau sesama peserta yang mengikuti kajian.
Munafar juga menolak jika ITP disebut sebagai gerakan yang semata mendorong anak muda untuk menikah muda. Menurutnya, bagaimana pun laki-laki dan perempuan harus dalam kondisi yang siap secara fisik, agama, maupun mental untuk menikah.
Untuk menghidupi keberadaan ITP, Munafar membiayainya dari hasil pendaftaran anggota dan penjualan berbagai aksesoris hingga kaus dan jaket. Harganya bervariasi, mulai dari Rp80 ribu hingga Rp250 ribu. Munafar enggan menyebut berapa keuntungan yang ia peroleh dari hasil penjualan aksesoris tersebut.
"Tidak ada bantuan dari luar, kita juga enggak pernah minta," tuturnya.
Sementara biaya yang dikenakan untuk mendaftar sebagai anggota disebut Munafar digunakan untuk membayar gaji admin dan operasional lainnya. Biaya pendaftaran sempat dipatok Rp185 ribu, namun saat ini meningkat menjadi Rp198 ribu seiring jumlah anggota yang terus bertambah.
(dal/psp/dal)