Sejumlah Nama Pansel Dinilai Tak Berpihak pada KPK

CNN Indonesia
Selasa, 21 Mei 2019 05:37 WIB
Sejumlah nama anggota Pansel Capim KPK 2019-2023 diragukan integritasnya karena dianggap tidak berpihak pada semangat pemberantasan korupsi dan KPK.
Sejumlah nama dalam Pansel Capim KPK diragukan integritasnya oleh Koalisi Masyarakat Sipil. (CNN Indonesia/Andry Novelino).
Jakarta, CNN Indonesia -- Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera yang terdiri dari beberapa lembaga nonprofit membeberkan sejumlah panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo bermasalah. Pansel Capim KPK ini terdiri dari sembilan orang dan ditunjuk lewat Keputusan Presiden Nomor 54/P Tahun 2019 tentang Pembentukan Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK.

Koalisi Masyarakat Sipol Antikorupsi Wilatah Sumatera ini terdiri dari Fitra Riau, Pusako Unand, Saka, Gerak Aceh, Bhakti UBH, dan Jikalahari.

Salah satu perwakilan Masyarakat Sipil Antikorupsi Sumatera, Taufik mengatakan beberapa nama di dalam pansel dapat menghambat pencarian dan penyeleksian terhadap sosok yang tepat menjadi pimpinan KPK 2019-2023.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut dia beberapa nama diduga tidak berpihak pada KPK dan pemberantasan korupsi. Misalnya Ketua Pansel Capim KPK Yenti Ganarsih dan anggotanya Harkristuti Harkrisnowo.

"Mereka terlibat sebagai tim ahli Rancangan KUHP yang cenderung memperlemah pasal-pasal pemberantasan korupsi dan KPK," kata Fitra dalam keterangan resmi yang diterima CNNIndonesia.com, Senin (20/5).

Ia mengatakan berdasarkan Pasal 30 ayat (3) UU KPK, Pansel Capim KPK diisi setidaknya oleh dua unsur, yakni unsur pemerintah dan masyarakat. Unsur yang dimaksud, kata dia, adalah pihak pemerintah dan masyarakat yang memiliki keterkaitan dengan isu pemberantasan korupsi.

Selain kedua nama itu, anggota Pansel lainnya, Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan HAM Mualimin Abdi juga dinilai memiliki masalah etik. Fitra mengatakan Mualim terbukti menjiplak sebuah makalah ketika mengikuti seleksi sebagai Dirjen Perundang-undangan pada 2014 silam.

Taufik menambahkan Mualimin juga terbukti tidak melaporkan hartanya secara lengkap lewat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara [LHKPN] ke KPK, dalam hal ini ia tidak mencantumkan polis asuransi sebesar Rp2,5 miliar.

"Selain bermasalah dalam soal kejujuran dan laporan keuangan, Mualimin juga pernah terlibat konflik dengan jasa laundry dengan menuntut mereka ratusan juta hanya karena jasnya kusut," ujarnya.

Anggota lainnya, yakni Indriyanto Seno Adji, menurut Taufik juga bermasalah. Ia tercatat pernah menjadi advokat yang membela koruptor dalam beberapa perkara korupsi sebelum menjadi salah satu pimpinan KPK yang berstatus Pelaksana Tugas (Plt).

"(Kemungkinan) sulit bagi Indriyanto Seno Adji untuk menolak figur calon pimpinan KPK yang pernah menangani perkara korupsi karena dirinya sendiri pernah melakukan hal yang sama," kata dia.

Atas dasar itu, Fitra mempertanyakan integritas sejumlah nama pansel dalam menyeleksi dan menemukan sosok pimpinan KPK yang tepat.

"Pertanyaan besarnya adalah mungkinkah seseorang yang bermasalah dengan berbagai kasus di atas dapat menyeleksi calon Pimpinan KPK yang harus memenuhi syarat pada Pasal 29 huruf g dan k UU KPK itu?" ucapnya.

Berdasarkan sejumlah hal itu, pihaknya menilai unsur Pansel Capim KPK yang dipilih Presiden Joko Widodo, tidak memiliki komitmen antikorupsinya. Menurutnya pansel itu terkesan ingin menjauhkan unsur masyarakat yang benar-benar terlibat dalam isu pemberantasan korupsi untuk menyeleksi calon pimpinan KPK.

"Kenapa unsur pemerintah dan masyarakat yang dipilih jauh dari aktivitas pemberantasan korupsi? Padahal kasus-kasus HAM yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi mereka tidak pula terlibat jauh, misalnya dalam kasus Novel Baswedan," katanya.

Berdasarkan catatan tersebut, Masyarakat Sipil Antikorupsi Wilayah Sumatera menuntut Jokowi untuk merombak total Pansel Calon Pimpinan KPK 2019-2023. Hal itu bertujuan agar Jokowi tidak dituduh hendak menghancurkan KPK dari dalam.

Yenti sendiri merespons tudingan ini. Yenti mengatakan Pansel Capim KPK hanya menjalankan tugas berdasarkan keputusan presiden yang sudah diteken.

"Berkaitan kritik atas background pansel ditanyakan masyarakat sipil anti korupsi. Kita hanya menjalankan tugas berdasarkan Keppres," kata Yenti di Gedung Kementerian Sekretaris Negara, Jakarta, Senin (20/5).

Yenti juga menjamin para anggota Pansel independen dan penuh integritas karena mereka bekerja dengan penuh amanah untuk mendapatkan calon pimpinan KPK yang terbaik.

"Jadi Insya Allah apa yang dikhawatirkan tak akan terjadi. Kita akan terbuka berkaitan dengan bagaimana mekanisme seperti yang lalu-lalu," tutur Yenti. 

Sebelumnya, Jokowi menetapkan sembilan nama Pansel Capim KPK. Pansel Capim KPK 2019-2023 dipimpin Yenti Ganarsih. Yenti adalah seorang akademisi Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti. Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, yang juga mantan Plt Pimpinan KPK, Indriyanto Senoadji, ditetapkan menjadi wakil ketua pansel.

Kemudian ada Harkristuti Harkrisnowo, akademisi yang juga pakar hukum pidana dan Hak Asasi Manusia (HAM); Hamdi Moeloek, akademisi dan pakar psikologi Universitas Indonesia; Marcus Priyo, akademisi dan pakar hukum pidana Universitas Gadjah Mada.

Lalu ada nama Hendardi, pendiri LSM Setara Institute, dan Al Araf, Direktur Imparsial. Selanjutnya ada dua unsur pemerintah, yakni Staf Ahli Bappenas Diani Sadia serta Direktur Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM Mualimin Abdi.

[Gambas:Video CNN] (sah/osc)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER