Jakarta, CNN Indonesia -- Perolehan suara
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada Pemilu Legislatif 2019 cenderung meningkat daripada pemilu sebelumnya. Ketegasan dalam beroposisi sebagai partai berbasis massa Islam dan program yang unik dinilai jadi daya tariknya.
Pada pemilu pascareformasi, PKS menunjukkan grafik raihan suara yang cenderung naik. Pada Pemilu 1999, saat masih bernama Partai Keadilan (PK), parpol ini meraih 1,36 persen suara nasional dan 7 kursi di DPR.
Setelah berganti nama menjadi PKS dan ikut Pemilu 2004, partai kader ini mendapat 7,34 persen suara dan mendapat 45 kursi di DPR. Pemilu 2009, PKS meraih 7,88 persen suara dan 57 kursi DPR. Sementara pada Pileg 2014, PKS mengalami penurunan suara dengan raihan 6,79 persen dan 40 kursi di DPR.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada Pileg 2019, berdasarkan hasil rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU), PKS berada di posisi keenam dengan
11.493.663 suara (8,21 persen).
 Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera. ( CNN Indonesia/Bimo Wiwoho) |
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS Mardani Ali Sera menyebut kenaikan perolehan suara ini tidak terlepas dari konsistensi partai mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Walhasil, pihaknya mendapat berkah elektoral.
"Efek mendukung Prabowo-Sandi sangat terasa bagi PKS," ujar Mardani kepada
CNNIndonesia.com, Senin (20/5).
Selain itu, imbuhnya, program-program PKS, seperti janji Surat Izin Mengemudi (SIM) seumur hidup dan penggratisan pajak sepeda motor, diklaim memicu dukungan dari masyarakat luas. Selain itu, kata Mardani, militansi kader PKS dan dukungan para ulama juga sangat berperan dalam membantu PKS lolos ambang batas parlemen.
"Ini kerja dan kontribusi banyak pihak; kader dan struktur PKS hingga dukungan para habaib dan ulama dan efek padunya kampanye pileg dan pilpres. Isu SIM dan STNK menjadi bagian dari politik gagasan PKS disambut sangat baik," ucap dia.
Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin mengatakan PKS bermain cantik dengan mengandalkan strategi kampanye yang menarik. Hal itu, kata dia, meminimalisasi efek perpecahan internal.
Diketahui, sejumlah elite PKS membangun ormas GARBI (Gerakan Arah Baru Indonesia), yakni Anies Matta, Fahri Hamzah, dan Mahfudz Siddiq. Hal itu terjadi setelah PKS dipimpin oleh Sohibul Iman.
 Antrean pembayaran pajak kendaraan bermotor di Samsat. PKS hendak menggratiskan pajak tersebut. ( CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
"Di saat perpecahan yang menggembosi, dia (PKS) melakukan kampanye yang berbeda dengan partai politik lain. Walaupun kampanye itu belum bisa direalisasikan, SIM dan pajak gratis ini kan menjadi daya tarik. Masyarakat dalam tanda petik dibodohi jika program tersebut tidak jalan. Tapi, gula-gula politik itu menyasar banyak masyarakat," tutur Ujang.
Dia juga menyatakan PKS masih solid meski ada serangan dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Menurut dia, benturan yang dihadirkan PSI perihal kontra narasi ideologi tidak berpengaruh dalam perolehan suara. Pasalnya, partai besutan Grace Natalie itu belum memiliki pengalaman dan bukti kinerja nyata baik dalam legislatif maupun eksekutif.
"Serangan enggak berpengaruh, karena PSI partai kecil dan masih baru, belum ada bukti kinerja mereka di eksekutif dan legislatif," sambungnya.
Serangan PSI, kata Ujang, justru membuat seluk-beluk PKS kian dicari. Keingintahuan masyarakat menjadi tumbuh terkait polemik antara kedua partai tersebut. Hal itu notabene membuat masyarakat pada akhirnya 'membaca' juga program-program yang ditawarkan PKS.
"Di kehidupan kita, semakin diserang semakin dicari. Ada rasa keingintahuan yang nantinya menyasar pada program PKS. Dengan begitu, jadi banyak yang tahu soal seluk-beluk PKS, termasuk program SIM dan STNK gratis seumur hidup itu," tukas dia.
Sebelumnya, PSI melontarkan sejumlah isu yang kerap berseberangan dengan PKS di era kampanye Pemilu 2019. Misalnya, pelarangan poligami dan anti-perda syariah.
 Ketua Umum PSI Grace Natalie melontarkan isu yang cenderung menyerang PKS, di antaranya antipoligami dan anti-perda syariah. ( CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Terpisah, Pengamat Politik dari Universitas Islam Nasional (UIN) Jakarta Adi Prayitno mengatakan pemilih Islam di kubu Prabowo-Sandi cenderung memilih PKS ketimbang partai Koalisi Indonesia Adil Makmur lainnya. Sebab, PKS dinilai lebih tegas beroposisi ketimbang PAN dan Partai Demokrat.
"Sikap politik PKS cukup mengeras, berkah elektoralnya di situ. PKS punya 'jenis kelamin' yang jelas sebagai oposisi. Kalau PAN kan biar oposisi dia ada menterinya di dalam Pemerintahan Jokowi, ini oposisinya setengah hati. Orang melihatnya masih terbelah. Begitu juga dengan Demokrat, jalan tengah yang ditempuh enggak jelas," tutur Adi.
Tak ketinggalan, dia menambahkan, PKS memiliki sistem kaderisasi yang kuat. Perpecahan internal dan serangan dari berbagai pihak, termasuk PSI, pun jadi tidak banyak berpengaruh.
"PKS partai lama yang basis kaderisasinya sudah kuat. Sementara PSI partai baru yang sedang menyusun kekuatan dan belum menjangkau basis di daerah secara masif," katanya.
Senada dengan Ujang, Adi menyebut strategi kampanye yang dilakukan oleh PKS, seperti SIM seumur hidup dan pajak motor gratis, kendati belum tentu terealisasi, banyak menjadi 'trending' di masyarakat.
CNNIndonesia.com sudah berusaha menghubungi Fahri Hamzah dan Mahfudz Siddiq selaku penggagas GARBI untuk meminta tanggapannya terkait perolehan suara PKS dalam pemilu tahun ini. Namun, keduanya tidak merespons.
[Gambas:Video CNN] (ryn/arh)