Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (
Komnas HAM) menyatakan masih mengusut apakah ada
pelanggaran HAM dalam peristiwa kerusuhan yang terjadi pada 21-22 Mei lalu.
Komisioner Komnas HAM Bidang Pengkajian dan Penelitian, Muhammad Choirul Anam mengatakan pihaknya berharap akan mendapatkan temuan yang lebih komprehensif, bukan hanya temuan soal kekerasan.
"Tidak hanya bentuk kekerasan tanggal 21 sampai 22, tapi termasuk di dalamnya soal kebijakan," kata Anam di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Senin (27/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anam menjelaskan temuan soal kebijakan nantinya bisa diperdalam agar terjadi perbaikan. Hal ini supaya tidak lagi terjadi pengulangan terhadap kebijakan yang dinilai buruk. Baik yang berdampak pada kekerasan dalam perilaku masyarakat maupun yang disebabkan oleh penggunaan wewenang yang berlebihan.
"Misalnya, kebijakan buruk seperti dalam laporan kami, soal penyelenggaraan pemilu memang ada sesuatu yang harus diperbaiki," tambah dia.
Sementara itu dalam konteks kekerasan juga menurutnya ada kebijakan yang perlu diperbaiki agar perilaku kekerasan yang kasat mata dan menimbulkan korban tidak terulang lagi.
 Kericuhan terjadi antara demonstran menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Bawaslu, Jakarta, Rabu (22/5). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Anam mengatakan Komnas HAM akan mengajak para ahli untuk bersama-sama mengusut dan mendalami peristiwa kerusuhan itu.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damani juga mengatakan akan terus memperdalam pemantauan dan pengusutan peristiwa tersebut dengan melibatkan sejumlah tokoh yang dinilai ahli dalam bidang-bidang tertentu.
"Kita akan melibatkan beberapa tokoh yang kita anggap punya
expertise ya, Pak Marzuki Darusman karena beliau punya pengalaman panjang sebagai tokoh HAM," jelas dia.
"Anita Wahid yang menguasai dalam soal isu-isu hoaks dan lain-lain, nanti akan kita cari tokoh yang punya
expertise untuk memperkuat tim komnas HAM," tambahnya.
Sebelumnya diketahui pemantauan bersama peristiwa Mei 2019 menemukan ada dugaan pelanggaran HAM terhadap jurnalis, tim medis, penduduk, dan peserta demonstrasi dalam penanganan aksi 22 Mei oleh aparat. Selain itu, ada pula penyimpangan hukum dan dan prosedur dalam penanganan aksi itu.
Hal tersebut merupakan temuan awal dari pemantauan bersama yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Alinasi Jurnalis Independen (AJI), Lokataru Foundation, Amnesty, dan LBH Pers.
Dikutip dari siaran persnya, Minggu (26/5), tim mengungkap setidaknya ada 14 temuan terkait penanganan kericuhan yang menjadi sorotan. Yakni, korban; penyebab; pencarian dalang; tim investigasi internal kepolisian; indikasi kesalahan penanganan demonstrasi; penutupan akses tentang korban oleh Rumah Sakit.
Selain itu, ada penanganan korban yang tidak segera; penyiksaan; perlakuan keji, tidak manusiawi dan merendahkan martabat; hambatan informasi untuk keluarga yang ditahan; salah tangkap; kekerasan terhadap tim medis.
Tak ketinggalan, penghalangan meliput kepada jurnalis: kekerasan, persekusi, perampasan alat kerja, perusakan barang pribadi; penghalangan akses kepada orang yang ditangkap: untuk umum dan advokat; pembatasan komunikasi media sosial.
(ani/pmg)