Peneliti Sindir Anies soal IMB Reklamasi Pakai Pergub Ahok

CNN Indonesia
Jumat, 14 Jun 2019 18:13 WIB
Menurut Direks Rujak Center, jika Anies serius janji terkait pulau reklamasi, harus mencabut atau mengubah pergub 206 peninggalan Ahok dan menunggu perda baru.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengawasi Satpol PP menyegel bangunan di Pulau D hasil reklamasi, 7 Juni 2018. (CNN Indonesia/Patricia Diah Ayu Saraswati)
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Eksekutif Rujak Center for Urban Studies (RCUS) Elisa Sutanudjaja menyindir Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang berdalih di belakang Pergub DKI Nomor 206 Tahun 2016 untuk penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) di pulau hasil reklamasi.

Pergub itu diketahui ditandatangani gubernur sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), sebagai panduan rancang kota pulau C, pulau D, dan pulau E hasil reklamasi di utara Jakarta. Pergub itu ditetapkan Ahok pada 25 Oktober 2016.

Menurut Elisa, jika Anies memang mau menghentikan swasta dalam proses pembangunan di pulau reklamasi seharusnya mencabut atau mengubah pergub tersebut, dan menunggu perda baru yang masih akan dibahas dengan DPRD DKI Jakarta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya selalu bilang pergub itu harus dibatalin atau diubah. Pokoknya kalau misalnya mau serius bikin Pulau C dan Pulau D untuk kepentingan publik, itu pergubnya dulu harus diubah," kata Elisa saat dihubungi, Jumat (14/6).

"Karena pergub itu (206/2016) yang bisa menjadi dasar bikin untuk HGB dan IMB [di pulau reklamasi]," ucapnya.


Elisa mengatakan jika Anies memang memiliki visi yang berbeda dari Gubernur sebelumnya terkait masalah reklamasi, seharusnya secara tegas harus mencabut dan mengubah pergub tersebut.

Kemudian, Elisa pun menjelaskan janji Anies adalah menjadikan kawasan Pulau Reklamasi tersebut menjadi milik publik, bukan dikuasai oleh swasta, sebagaimana yang terjadi saat ini.

"Nah, kalau saya bilang, kalau dia [Anies] bilang [reklamasi] untuk kepentingan publik itu harus tertuang di Panduan Rencana Tata Ruang kotanya, bukannya malah mengakomodasi panduan rancang kota gubernur sebelumnya," kata dia.


Sebelumnya, kemarin Anies meminta publik untuk membedakan antara penghentian reklamasi dan IMB yang terbit untuk bangunan-bangunan yang sudah berdiri di sana.

Dari jawaban resmi Anies yang diterima lewat Kepala Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) DKI Jakarta Benny Agus Chandra, menyatakan IMB tersebut bukan soal reklamasi sudah dihentikan atau tidak, tapi soal izin pemanfaatan lahan hasil reklamasi dengan cara mendirikan bangunan.

Ia mengatakan berdasarkan PP Nomor 36 tahun 2005 ketika kawasan yang belum memiliki RTRW dan RDTR, maka pemda dapat memberikan persetujuan pendirian bangunan untuk jangka waktu sementara.

"Pulau C dan D sudah ada di RTRW DKI Jakarta namun belum ada di RDTR DKI Jakarta. Oleh karenanya, gubernur saat itu mengeluarkan Pergub 206 tahun 2016 dengan mendasarkan pada PP tersebut. Jika tidak ada pergub tersebut maka tidak bisa ada kegiatan pembangunan di lahan hasil reklamasi. Suka atau tidak suka atas isi Pergub 206 Tahun 2016, itu adalah fakta hukum yang berlaku dan mengikat," tuturnya.


Sebagai landasan hukum, sambung Anies, Pergub 206/2016 pengembang pun melakukan pembangunan di pulau hasil reklamasi. Jika pergub itu dicabut untuk membongkar bangunan, lanjutnya, kepastian atas hukumnya pun ikut menghilang.

"Bila dilakukan, masyarakat, khususnya dunia usaha akan kehilangan kepercayaan pada pergub dan hukum. Efeknya, pergub yang dikeluarkan sekarang bisa tidak lagi dipercaya, karena pernah ada preseden seperti itu," tutur Anies.

Di satu sisi, secara terpisah, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, M Taufik mengatakan, sebaiknya penerbitan IMB terhadap bangunan yang sudah berdiri dilakukan setelah Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Anies telah menghentikan proyek reklamasi di Teluk Jakarta sejak tahun lalu. Anies juga bahkan ikut menyegel bangunan yang telah berdiri di pulau reklamasi.

Anies menjelaskan kini lahan hasil reklamasi yang dikelola swasta hanya sebesar 35 persen yang harus merujuk pada Pergub DKI Nomor 2016 tentang Panduan Rancang Kota (PRK).


[Gambas:Video CNN] (sas/kid)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER