Jakarta, CNN Indonesia -- Tersangka kasus dugaan makar, pemufakatan jahat, dan kepemilikan senjata api ilegal,
Kivlan Zen disebut telah mengaku menerima uang dari politikus PPP
Habil Marati. Kivlan berdalih uang itu dipakai untuk urusan yang berkaitan dengan kampanye antikomunisme.
Hal itu disampaikan oleh kuasa hukum Kivlan Muhammad Yuntri saat mendampingi Kivlan, Senin (17/6) yang diperiksa sebagai saksi di Polda Metro Jaya untuk tersangka Habil Marati.
"Mengakui, tapi tidak sesuai informasi. Hanya untuk demo dan tidak ada kaitan untuk pembelian senjata, tidak ada sama sekali," kata Yuntri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yuntri menjelaskan uang yang diterima kliennya dari Habil dipakai untuk membiayai unjuk rasa menyambut momentum Supersemar sebesar Sin$4 ribu dan untuk kampanye antikomunisme di sejumlah daerah sebesar Rp50 juta.
Ia mengklaim uang itu bersifat sukarela dari Habil, namun ia tak bisa memastikan uang itu murni dari kantong pribadi Habil semata atau tidak.
"Yang jelas beliau terima dari Habil Marati," imbuhnya.
Pada pemeriksaan Jumat (14/6), polisi mencecar Kivlan Zen terkait kepemilikan uang sebesar Sing$15 ribu yang diduga berasal dari Habil Marati, dalam kasus dugaan rencana pembunuhan terhadap empat tokoh negara.
Kivlan disebut mengenal Habil Marati sejak beberapa tahun lalu. Menurut Yuntri mereka berdua merupakan teman diskusi dalam sebuah grup WhatsApp.
"Dekat, enggak. Jauh, enggak. Tapi kenal baik," kata Yuntri.
Penyidik memeriksa Kivlan sejak pukul 11.00 WIB. Kivlan kini menjadi tahanan terkait sejumlah kasus. Dia terseret dalam kasus makar, pemufakatan jahat, dan kepemilikan senjata api ilegal.
Dalam kasus makar, Kivlan berurusan dengan hukum setelah menyatakan Indonesia akan merdeka pada 9 Mei 2019. Ia mengajak sejumlah pihak untuk ke KPU dan Bawaslu untuk melikuidasi Jokowi.
Sementara dalam kepemilikan senpi ilegal dan pemufakatan, Kivlan diduga memerintahkan sejumlah pihak untuk membeli empat senjata api untuk membunuh empat tokoh nasional yang merupakan para mantan jenderal, dan seorang pimpinan lembaga survei.
Habil juga telah ditetapkan tersangka oleh polisi. Perannya disebut sebagai pemasok dana untuk pembelian senjata api.
Gelar PerkaraYuntri juga menantang kepolisian agar segera melaksanakan gelar perkara. Menurut Yuntri, hanya dengan gelar perkara terbuka, kebenaran dapat diketahui oleh publik dan rumor mengenai kliennya dapat berhenti.
"Makanya kami minta gelar perkara agar kebenaran materil dari kasus ini jelas dan tidak jadi spekulasi di masyarakat, sebenarnya apa yang terjadi," kata Yuntri.
Yuntri menyebut keterangan tersangka kasus perencanaan pembunuhan empat tokoh, Iwan, mengenai peran Kivlan hanya kebohongan belaka. Menurutnya justru Kivlan yang dihakimi dengan keterangan tersangka Iwan yang disebarluaskan ke publik.
"Sejauh ini menurut Pak Kivlan bohong," kata Yuntri saat ditemui di Polda Metro Jaya, Senin (17/6).
Tersangka Iwan atau HK dan TJ melalui sebuah video yang diputar di Kemenko Polhukam menyebut Kivlan berperan sebagai pemberi perintah eksekusi pembunuhan empat tokoh nasional dan seorang petinggi lembaga survei.
HK juga mengaku bahwa Kivlan memintanya untuk mencari senjata api untuk melaksanakan perintah tersebut. Selain diberi uang untuk mendapatkan senjata, kelompoknya diberi uang operasional untuk melakukan survei ke alamat yang disertai foto target operasi.
"Saya diberi uang Rp150 juta untuk beli senjata laras pendek dua pucuk dan laras pendek. Uang dalam bentuk dolar Singapura," ujar HK dalam video tersebut.
Yuntri mempertanyakan video kesaksian tersangka Iwan yang diputar di kantor Menko Polhukam pada pekan lalu. Menurutnya, hal itu justru membocorkan materi BAP yang seharusnya dirahasiakan.
"Pertanyaan kami adalah, boleh enggak dibocorkan BAP? Itu rahasia negara lho. Itu sudah melakukan
trial by ajudikasi atau
trial by press," katanya.
[Gambas:Video CNN] (bin/ugo)