Jakarta, CNN Indonesia -- Sidang kelima
PHPU Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (21/6), jadi panggung bagi tim hukum 01
Joko Widodo-Ma'ruf Amin menghadirkan dua saksi fakta dan dua ahli.
Materi membahas 'kecurangan bagian dari demokrasi' yang diselenggarakan dalam Training of Trainer (ToT) TKN Jokowi-Ma'ruf jadi fokus sidang kali ini.
Yusril Ihza Mahendra dkk menghadirkan saksi TKN Jokowi-Ma'ruf pada rekapitulasi suara tingkat nasional, Candra Irawan sebagai saksi fakta. Kemudian saksi fakta lainnya yang merupakan ketua panitia pelatihan saksi TKN Jokowi-Ma'ruf, Anas Nashikin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara untuk ahli, guru besar hukum pidana Edward Omar Sharif Hiariej dari UGM dan ahli hukum tata negara Heru Widodo.
Sidang dimulai saat tim Paslon 02 menghadirkan Candra di persidangan. Candra diminta Hakim Konstitusi Mahanan Sitompul untuk bercerita soal rekapitulasi suara tingkat nasional yang digelar pada 4-21 Mei 2019.
Candra menitikberatkan cerita pada bagaimana tim saksi Paslon 02 tak banyak protes dalam tahapan itu. Bahkan ia mengklaim saksi 02 tak keberatan jika KPU memutus hasil lebih cepat.
"Para saksi setuju disahkan saat itu juga. Bahkan
dibisiki Mas Aziz (saksi 02), percepat saja prosesnya. Kami semua setuju dan disahkan pimpinan rapat," kata Candra.
Saat ditanya Manahan, Candra juga menerangkan bahwa saksi 02 tak menandatangani hasil rekapitulasi. Langkah itu juga diikuti oleh Gerindra, PAN, PKS, dan Partai Berkarya.
Pernyataan Candra sempat menimbulkan perdebatan antara tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dan KPU. Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengungkap saksi PAN menandatangani hasil rekapitulasi secara senyap di siang hari usai penetapan.
Namun pernyataan Wahyu itu disanggah Anggota tim hukum Paslon 02 Teuku Nasrullah yang mengajukan keberatan. Nasrullah menyebut Wahyu seharusnya bertanya, bukan menjawab keterangan saksi terkait penandatanganan hasil rekapitulasi.
Kecurangan Bagian DemokrasiSaksi fakta berikutnya Anas Nashikin yang juga ketua panitia pelatihan saksi TKN Jokowi-Ma'ruf. Yusril menyebut Anas sengaja dihadirkan untuk menjawab keterangan 'saksi mencengangkan' dari Prabowo-Sandi.
Pada sidang Kamis (20/6) dini hari, Prabowo-Sandi menghadirkan Hairul Anas. Ia mengaku mantan saksi TKN yang mendapat pelatihan bertajuk 'Kecurangan Bagian Demokrasi'.
Ia menyebut materi itu diberikan pada pelatihan saksi TKN pada 20-21 Februari 2019 di Hotel El Royale, Jakarta. Materi itu, klaimnya, diberikan oleh Wakil Ketua TKN Moeldoko.
Kesaksian tandingan dari Anas menyita waktu sidang cukup lama. Anas mulai bersaksi terkait seminar itu pukul 11.00 WIB hingga 15.30 WIB.
Poin pertama yang Anas sampaikan adalah ia merupakan narasumber pelatihan soal 'kecurangan bagian demokrasi', bukan Moeldoko. Tenaga ahli fraksi PKB di DPR RI ini mengatakan materinya mesti dipahami secara utuh.
Dia berkata sengaja membahas soal itu untuk menarik perhatian peserta. Tujuannya untuk mengingatkan peserta bahwa kecurangan dalam pemilu adalah keniscayaan.
Profesor hukum Edward Omar Sharif Hiariej dihadirkan tim Jokowi-Ma'ruf Amin sebagai ahli. (CNN Indonesia/Safir Makki). |
Anas juga menyebut Hairul yang bersaksi untuk 02 tak hadir di acara dimaksud. Ia didaftarkan PBB dengan nama Hanas dan tak hadir dalam sesi tersebut.
"Teman separtai menjelaskan anak ini saat saya sampaikan materi (kecurangan bagian demokrasi), belum hadir di forum. Sehingga dia tidak mengetahui," ujar Anas.
Sidang memanas saat kuasa hukum Prabowo-Sandi diberi kesempatan mendalami kesaksian Anas. Inkonsistensi Anas dalam menjawab jadi santapan tim kuasa hukum 02.
Tim kuasa hukum 02 mencecar Anas untuk membuktikan keterlibatan pejabat negara dalam pelatihan yang membahas kecurangan itu.
Kuasa hukum 02 Iwan Satriawan memulai dengan mencecar Anas terkait datangnya beberapa pejabat publik. Anas mengonfirmasi kehadiran Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Kepala KSP Moeldoko, bahkan Presiden RI Joko Widodo.
Tak berhenti di situ, Iwan mengejar pernyataan kontroversial tokoh-tokoh di dalam pelatihan itu. Ia mengejar konfirmasi ucapan Sekretaris TKN Hasto Kristianto soal logistik untuk pemenangan di Sumatra.
"Lalu kalimat kedua, dalam satu
slide lain yang disampaikan Hasto ada pernyataan: Pulau Sumatera harus ditaklukkan dengan menggunakan kepala-kepala daerah yang sudah menyatakan mendukung. Terutama di Sumbar, Riau, dan Sumsel..."
"Mereka perlu diberikan
support logistik dan akses ke aparat yang riil dalam dua bulan ke depan," tutur Iwan membacakan slide materi Hasto.
Iwan lalu menanyakan kebenaran
slide dan kalimat itu. Anas mengakui bahwa kalimat itu memang ada.
Kuasa hukum 02 lainnya, Teuku Nasrullah, mencecar Anas soal pernyataan Ganjar terkait kalimat Islam radikal, prokhilafah, dan antipancasila. Anas pun mengonfirmasinya.
Berhasil mendapat target, Nasrullah bertanya semakin bebas. Nasrullah menggali terkait keterlibatan KPU dan Bawaslu dalam pelatihan itu.
"Kenapa Anda menghadirkan KPU dan Bawaslu? Apakah saudara telah menempatkan KPU sebagai bagian tidak terpisahkan dari 01?" tuding Nasrullah.
Pernyataan itu pun memicu amarah Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Wahyu mengajukan keberatan atas pertanyaan Nasrullah.
Anas Nasikin, saksi dari tim Jokowi-Ma'ruf dalam sidang lanjutan PHPU di MK. (CNN Indonesia/Safir Makki). |
"Izin, kami keberatan dengan pernyataan dan pertanyaan dari Pak Nasrullah, kuasa hukum pemohon yang menyatakan seolah-olah KPU bagian yang tidak terpisahkan dari 01. Maaf ini ditonton seluruh rakyat Indonesia, saya mohon pernyataan itu dicabut," ucap Wahyu.
"Saya tidak akan mencabut pernyataan itu karena itu sudah dinyatakan dalam acara
training of trainer untuk saksi 01 tertutup dan terbatas," tandas Nasrullah.
KPU dan 02 sempat bersitegang. Perdebatan usai setelah Hakim Konstitusi, Manahan, menengahi.
Persoalan TSMKemudian dua ahli yang dihadirkan Jokowi-Ma'ruf, berfokus menganalisis potensi MK menyatakan ada kecurangan TSM dalam Pilpres 2019. Edward membedah dari sisi hukum pidana, sedangkan Heru dari sisi hukum tata negara.
Keduanya kompak menyatakan MK tak sepatutnya memproses dan memutus terkait kecurangan TSM. Heru beralasan ranah kecurangan TSM ada di Bawaslu, sedangkan MK hanya menyoal selisih hasil suara.
"Apalagi, terhadap persoalan pelanggaran TSM, hal tersebut telah diadukan ke Bawaslu dan sudah ada putusan Bawaslu atas penyelesaian permasalahan tersebut," kata Heru.
Sementara Edward membedah indikator TSM jika MK hendak memutus sesuai gugatan 02.
Ia menjelaskan sistematis adalah ketika kecurangan dilakukan dengan rencana matang dan rapi. Sementara terstruktur berbicara soal rantai komando dalam kecurangan.
Edward berpendapat keduanya harus bisa dibuktikan terjadi secara masif atau terjadi di separuh lebih dari 810.329 TPS yang ada.
"Kalau sangat luas itu berarti kalau kita mau pakai metode kuantitatif, 50 persen plus satu. Kalau ada 800 ribu TPS, (harus) ada 400.001 TPS yang kira-kira begitu (TSM), kalau pakai kuantitatif," jelasnya.
[Gambas:Video CNN] (dhf/osc)