Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (
Kemendikbud) menjelaskan sejumlah hal yang memicu permasalahan dalam penerapan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis
sistem zonasi.
Penerapan sistem zonasi tahun ini menuai protes sejumlah orang tua murid di beberapa daerah seperti Jawa Timur dan Jawa Barat. Bahkan di Jawa Timur, PPDB sempat dihentikan sementara. Namun ada juga daerah yang tidak mengalami masalah.
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhammad menerangkan sistem penerapan yang menurut aturan diserahkan oleh pemerintah daerah membuat pelaksanaan zonasi menjadi berbeda dari satu daerah ke daerah lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pelaksanaan yang berbeda membutuhkan sosialisasi lebih dari pemda ke sekolah dan masyarakat dalam lingkup mereka. Hal ini jadi salah satu yang kurang dimaksimalkan.
"[Sosialisasi] tidak sampai ke masyarakat," kata Hamid di kantor Kemendikbud, Jakarta Pusat, Selasa (25/6).
"Sosialisasi ke level sekolah dan kepala dinas itu adalah kewajiban dinas-dinas. Beberapa dinas sudah melakukan dengan baik sehingga di sejumlah daerah masyarakat sudah paham bahwa masa transisinya tiga tahun jadi 2017, 2018, 2019," ujarnya.
Persiapan setiap pemerintah daerah dalam menentukan zona juga menjadi penyebab permasalahan.
Menurut Hamid, sebelum menetapkan zona, pemda seharusnya mencermati lebih dalam terkait beberapa faktor seperti pendataan penduduk, jarak sekolah, dan akses sekolah dari sejumlah daerah. Artinya, menurut dia sejumlah pemda belum siap menghadapi masa transisi ini.
Lebih lanjut, soal pendataan penduduk, Hamid berkata pemda tidak mempersiapkan dengan baik untuk mendata jumlah calon peserta didik yang akan masuk SD, SMP maupun SMA. Pemda juga menurut Hamid belum menghitung lebih lanjut soal daya tampung sekolah negeri yang dimiliki di setiap wilayah.
"Ketika tahu peta sekolahnya seperti apa, seperti apa daya tampungnya, seperti apa, berapa siswa yang mau masuk, kan harus melakukan apa semacam
exercise apakah daya tampungnya lebih besar dari yang mau masuk atau daya tampungnya lebih kecil," kata Hamid.
Ia kemudian menjelaskan salah satu contoh masalah kesiapan pemerintah daerah di Jawa Timur, tepatnya di Surabaya. Di daerah ini terjadi unjuk rasa dari masyarakat dan mahasiswa menuntut penghentian sistem zonasi.
Hamid berkata selama penerapan masa transisi sejak 2017, Surabaya belum menerapkan sistem zonasi, bahkan hingga tahun lalu. Hal ini lah yang menurut Hamid menyebabkan Surabaya tidak siap hingga waktu transisi akan berakhir pada tahun ini.
"Surabaya itu kan tahun lalu masih belum dilaksanakan secara penuh, basis masih tetap saja nilai itu, sekarang sudah habis masa transisi dan harus melaksanakan. Oleh karena itu dia baru bergejolak. Tahun lalu kan dua tahun kan saya nangani juga transisi di Depok, kemudian kota Tangerang," tuturnya.
(ani/wis)