Saat pembacaan tuntutan, kata Novan, JPU hanya menjerat Vanessa dalam pasal pelanggaran UU ITE. Ia menyebut, Vanessa tak dijerat dalam pasal prostitusi lantaran JPU memiliki mempertimbangkan alternatif.
"Jadi kami memilih alternatif satu (pasal 27 ayat 1) atau dua (pasal 296) dan kami berkeyakinan kami lebih condong menuntut dia berdasarkan fakta-fakta yang kami ajukan, (pasal) yang pertama tentang ITE," kata Novan.
Menanggapi tuntutan jaksa tersebut, kuasa hukum Vanessa, Milano Lubis mengatakan pencabutan pasal prostitusi online tersebut lantaran banyak hal yang tak bisa dibuktikan oleh jaksa saat persidangan, terkait dugaan praktik prostitusi. Bagi Milano hal itu adalah sebuah kejanggalan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kejanggalan yang dimaksud Milano, salah satunya adalah tak pernah hadirnya pria penyewa jasa Vanessa sekaligus Avriella, yakni Rian Subroto, dalam persidangan.
Milano mempertanyakan sosok Rian yang disebut-sebut sebagai pengusaha tambang asal Lumajang, Jawa Timur itu. Ia bahkan mencurigai Rian adalah sosok fiktif.
Hal tersebut diketahui dari tanda tangan Rian yang berubah-ubah di tiap BAP, alamat rumahnya yang ternyata tak ditemukan, hingga nomor telepon yang sedari awal sudah tak tercantum.
Hal tersebut bahkan pernah diungkapkan Vanessa usai menjalani sidang tertutup di PN Surabaya. Artis berusia 27 tahun itu mengatakan fakta hukum perkara yang kini menjeratnya makin terungkap.
"Yang jelas fakta hukum sudah mulai berjalan, doain saja semoga cepat selesai masalahnya, rekayasanya makin kelihatan," kata dia, Kamis (9/5).
Fakta hukum tersebut, kata Vanessa diketahui dari kejanggalan keterangan penyidik Polda Jatim. Dia turut memberikan kesaksian dalam kasus Vanessa saat ditanya tim penasihatnya perihal siapa sosok Rian Subroto.
Menurutnya, kesaksian penyidik janggal saat menjelaskan perihal ciri-ciri Rian Subroto. Salah satunya adalah tanda tangan Rian yang dianggapnya selalu berubah-ubah dalam BAP.
"Tanda tangannya (Rian) beda-beda, setiap BAP beda," kata Vanessa.
Milano menambahkan saat persidangan, penyidik juga memberikan keterangan yang janggal perihal ciri-ciri Rian Subroto.
"Ciri-cirinya beda yang disampaikan oleh penyidik. Banyak kesalahan yang dilakukan oleh penyidik. Karena Rian diperiksa tidak identitas sama sekali, terus tidak pernah ada fotonya," kata Milano.
Perbedaan ciri-ciri fisik itu, kata Milano, terletak pada ciri rambut, bentuk wajah, postur tubuh. Vanessa mengatakan Rian adalah pria berpostur pendek, botak, tidak gemuk. Sedangkan keterangan penyidik, Rian adalah pria tinggi, berkulit putih, dan berambut ikal.
Vanessa Angel saat menjalani pemeriksaan di kepolisian. (CNN Indonesia/Farid Miftah Rahman) |
Kejanggalan tak berhenti di situ, kuasa hukum salah satu muncikari Endang Suhartini alias Siska, Frangky Desima Waruwu, juga membeberkan keganjilan keterangan saksi penyidik lainnya.
Salah satunya adalah soal bukti transfer uang Rp80 juta ke rekening salah satu muncikari Tentri, yang disebut-sebut berasal dari rekening dengan atas nama Herlambang Hasea.
Nama Herlambang itu muncul dalam bukti rekening Tentri. Berdasarkan penelusuran Frangky dan Milano, Herlambang diketahui sebagai seorang sipil yang bekerja sebagai tenaga IT di Subdit V Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Jatim.
Frangky menyebut hal itu berdasarkan keterangan para terdakwa, Vanessa dan Siska, saat persidangan. Mereka bersaksi bahwa Herlambang Hasea hadir saat penangkapan Vanessa di sebuah hotel di Surabaya.
Herlambang juga selalu ikut membantu penyidik untuk mendokumentasikan saat Vanessa dan muncikari lainnya menjalani pemeriksaan di Polda Jatim.
"Para terdakwa menyampaikan selama mereka ditahan di Polda Jatim dan setiap diperiksa, Herlambang itu selalu ada di situ. Bahkan Herlambang tersebut pada saat penangkapan, dia yang melakukan dokumentasi," kata Frangky.
Selain Rian dan Herlambang, Milano mengungkapkan ada juga dua orang lain yang tak pernah dihadirkan jaksa dalam persidangan kasus kliennya. Mereka adala Deni dan Dhani. Dalam dakwaan, peran keduanya adalah sebagai perantara antara Rian dengan para muncikari.
Dengan sejumlah kejanggalan tersebut, tim pengacara Vanessa pun melaporkan tujuh penyidik Polda Jatim ke Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri.
Milano mengatakan laporan tersebut dilayangkan lantaran ada sejumlah kejanggalan terhadap proses pemeriksaan atas kasus yang menjerat kliennya itu.
"Kami sudah laporkan hari ini ke Propam Mabes Polri terhitung kalau enggak salah pukul 13.00 WIB. Dan tujuh penyidik kita laporkan," ujarnya.
Di sisi lain, tiga muncikari Vanessa, yakni Siska, Endang dan Tentri kini telah menghirup udara bebas, usai divonis bersalah dan dihukum 5 bulan penjara dengan denda Rp5 juta subsider 1 bulan penjara.
Putusan majelis hakim itu berdasarkan Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat 1 UU RI No. 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi elektronik Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal yang divonis hakim Anne Rusiana kepada ketiganya diketahui hanya terkait pelanggaran UU ITE tentang penyebaran konten asusila. Mereka tak memiliki sangkut paut dengan pasal prostitusi online.
Kini tersisa Vanessa yang akan menghadapi putusan hakim PN Surabaya. Milano optimistis kliennya divonis bebas, sebab konten yang ditransmisikan Vanessa berada dalam ruang privatnya.
"Kalau mau diterapkan ITE harus ada pidana dalam hal ini kan prostitusi, mustinya prostitusinya itu dibuktikan dulu. Kalau tidak, tidak bisa diterapkan ITE," kata dia.
(pmg/frd/pmg)