Jakarta, CNN Indonesia -- Analis Politik Exposit Strategic, Arif Susanto, menilai wacana
Gerindra bergabung dengan partai koalisi
Joko Widodo dinilai tak efektif bagi kelangsungan pemerintahan.
Menurut Arif upaya itu hanya akan sedikit menekan tegangan politik yang selama ini terjadi.
"Merangkul dalam kerangka koalisi tidak terbukti efektif bagi kelangsungan pemerintahan. Tegangan politik berkurang iya, tapi belum tentu pemerintahan efektif," ujar Arif dalam diskusi di kantor Formappi, Jakarta, Jumat (28/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berkaca dari kepemimpinan dua periode Presiden ke-6, Soesilo Bambang Yudhoyono, komposisi partai koalisi saat itu cukup 'gemuk'. Namun masih banyak kebijakan yang dinilai Arif tak berjalan efektif.
"Saat itu memang kondisinya stabil, tapi tidak efektif," katanya.
Pada dasarnya, lanjut Arif, kubu oposisi tak harus selalu diajak untuk bergabung dengan koalisi pemerintah.
Menurutnya hal yang lebih penting adalah membentuk opisisi yang mapan dan tak asal mengkritik. Sementara sikap oposisi selama ini lebih cenderung mendelegitimasi secara masif ke pemerintah dengan segala cara.
"Oposan itu tidak harus diakomodasi, yang penting menciptakan oposan yang mapan. Kita lihat saja Gerindra sejak dulu habis-habisan hajar Jokowi. PDIP juga dulu habis-habisan ke SBY saat jadi oposisi," ucap Arif.
Terlepas dari hal tersebut, Arif mengakui Jokowi adalah sosok yang terkenal suka merangkul lawan.
Seperti pasca Pilpres 2014, Jokowi diketahui menyambangi Prabowo di kediaman Hambalang dan naik kuda bersama. Momen itu dinilai Arif sebagai bentuk Jokowi yang ingin merangkul Prabowo sebagai lawannya dalam pilpres.
"Itu menunjukkan Jokowi punya kemampuan merangkul lawan," tuturnya.
Selain itu, selama memilih wakil presiden, Jokowi juga cenderung menunjuk orang yang kerap dikenal berseberangan dengan dirinya. Seperti diketahui, Jusuf Kalla yang mendampingi Jokowi sejak 2014 sempat mengkritik kepemimpinan mantan wali kota Solo itu.
Sementara Ma'ruf Amin, Arif menyatakan, juga termasuk sosok yang menuai kontroversi lantaran kontra dengan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang pernah mendampingi Jokowi saat menjabat Gubernur DKI Jakarta.
"Sekarang kemampuan yang sama diuji? Bisakah dia merangkul lawan?" ucapnya.
[Gambas:Video CNN] (pris/agr)