Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Fahri Hamzah merespons kasus
Baiq Nuril Maknun dengan mendesak pemerintah mencabut Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang menjadi dasar hukuman kepada Baiq.
Sebelumnya, Mahkamah Agung menolak gugatan Peninjauan Kembali yang diajukan Baiq, terpidana kasus penyebaran konten bermuatan asusila.
Menurut Fahri, UU tersebut telah merenggut kebebasan untuk melakukan pembelaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Intinya UU ITE itu salah kaprah. Baiknya pemerintah menarik kembali pasal di UU ITE sebab itu merugikan kebebasan masyarakat untuk membela diri," ujar Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (5/7).
Putusan MA yang menolak gugatan PK yang diajukan Baiq Nuril itu memperkuat vonis di tingkat kasasi.
Vonis di tingkat kasasi menghukum Baiq Nuril enam bulan penjara dan denda Rp500 juta subsidier tiga bulan kurungan.
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan Baiq Nuril terbukti mentrasmisikan konten asusila seperti yang diatur dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Fahri mengatakan Baiq seharusnya bebas dari tuntutan pidana. Pasalnya, ia menilai Baiq adalah korban yang hendak melakukan pembelaan dengan cara mengunggah konten asusila yang dilakukan Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram.
Politikus PKS ini menyebut banyak pihak yang senasib dengan Baiq, ketika melakukan pembelaan justru dinilai sebagai pelaku. Menurutnya hal itu tidak masuk akal.
"Maka saya kira kalau saya jadi pemerintah, UU itu tidak ada di republik ini," ujarnya.
UU ITE adalah produk legislasi yang awalnya diusulkan oleh pemerintah. Namun pembahasan pasal per pasal dalam UU itu dilakukan oleh pemerintah bersama DPR.
Pada Oktober 2016, sidang Paripurna DPR RI mengesahkan revisi Undang-undang tentang perubahan Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pengesahan yang turut dihadiri Menkominfo Rudiantara ini disetujui oleh seluruh fraksi di DPR, termasuk Fraksi PKS yang menaungi Fahri Hamzah.
[Gambas:Video CNN] (jps/wis)