JK Tegaskan Poligami Tak Dilarang selama Dapat Izin Istri

CNN Indonesia
Rabu, 10 Jul 2019 19:15 WIB
Wakil presiden Jusuf Kalla mengatakan draf qanun poligami di Aceh bukan hal yang dilarang, selama memenuhi sejumlah persyaratan seperti diatur UU Perkawinan.
Wakil Presiden Jusuf Kalla. (Reuters/Beawiharta)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan tak ada larangan untuk poligami seperti diatur dalam draf qanun Aceh. Aturan poligami ini, menurut JK, juga telah diatur dalam UU Perkawinan.

"Poligami tidak dilarang, tapi jangan lupa ada syaratnya. Saya kira kalau bikin qanun (isinya) juga seperti itu. Di UU Perkawinan juga ada, kan tidak mungkin qanun bertentangan dengan UU Perkawinan," ujar JK di kantor wakil presiden, Jakarta, Rabu (10/7).

Pemprov Aceh dan DPRA diketahui sedang membahas peraturan daerah atau qanun untuk melegalkan poligami. Praktik poligami akan diatur dalam salah satu bab di qanun hukum keluarga.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut JK, syarat untuk berpoligami ini telah diatur secara jelas dalam UU Perkawinan. Dalam draf qanun mestinya juga mengatur syarat tersebut. Sebab, kata dia, syarat poligami itu tak mudah karena harus mendapat izin dari istri dan alasan lain karena kondisi.

"Harus ada izin istri, itu kan sulit. Ada syaratnya lagi, katakanlah (tidak bisa) punya anak, atau istrinya sakit. Jadi poligami itu memang legal dengan syarat," katanya. 

Draf qanun terkait poligami ini disebut berasal dari usulan eksekutif, dalam hal ini Dinas Syariat Islam Aceh, dan bukan inisiatif DPRA.

DPRA menargetkan qanun terkait poligami ini selesai dibahas sebelum digelar pelantikan anggota DPRA baru, pada 30 September 2019. Sebab program legislasi daerah (Prolegda) 2018 memutuskan aturan ini dibahas di Komisi VII DPRA pada periode saat ini.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sebelumnya menyatakan, dalam menyusun peraturan daerah, pemerintah provinsi harus berkonsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri. Termasuk draf qanun soal poligami tersebut.

"Rancangan perda yang ditetapkan di paripurna DPRD melalui tahapan Pembicaraan Tingkat 1, wajib diajukan ke Kemendagri untuk dilakukan fasilitasi atau pengkajian sesuai Permendagri Nomor 120 Tahun 2018," kata Tjahjo dalam keterangan tertulisnya.

Tjahjo menuturkan fasilitasi dilakukan untuk mencermati beberapa aspek antara lain kewenangan Pemda dan materi muatan, apakah sesuai dengan peraturan yang lebih tinggi atau kepentingan umum dan nilai Pancasila.

Menurut Tjahjo fasilitasi dilakukan secara bersama, melibatkan pihak-pihak terkait. Selanjutnya, hasil fasilitasi disampaikan ke daerah.

"Untuk selanjutnya daerah menyesuaikan rancangan perda sesuai dengan hasil fasilitasi dimaksud. Daerah menyampaikan rancangan perda yang sudah disesuaikan dengan hasil fasilitasi ke Biro Hukum Kemendagri guna mendapatkan kode register," ujar Tjahjo.
[Gambas:Video CNN] (psp/wis)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER