Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga swadaya masyarakat Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (
Walhi) sepakat dengan pernyataan Gubernur DKI Jakarta
Anies Baswedan yang menyebut salah satu penyumbang terbesar
polusi udara di
Jakarta adalah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara.
Walhi sendiri menilai emisi dari PLTU yang berbahan bakar batu bara itu menyumbang sekitar 20-30 persen polusi udara di Jakarta.
"Transportasi itu sekitar 30 sampai 40 (persen) pembangkit itu sekitar 20 sampai 30 persen, sisanya dari bakar sampah dan lain-lain, ada juga dari sumber lain," kata Manajer Kampanye Energi dan Perkotaan Walhi Dwi Sawung saat ditemui di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (16/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan pemetaan yang dilakukan Walhi bersama Greenpeace pada 2017 silam diketahui setidaknya terdapat 10 PLTU berbahan bakar batu bara yang tercatat menyumbang polusi di Jakarta.
Mereka adalah PLTU Lestari Banten Energi berkapasitas 670 MW, PLTU Suralaya unit 1-7 berkapasitas 3400 MW, PLTU Suralaya unit 8 berkapasitas 625 MW, PLTU Labuan unit 1-2 berkapasitas 600 MW, dan PLTU Merak Power Station unit 1-2 berkapasitas 120 MW.
Kemudian PLTU Lontar unit 1-3 berkapasitas 945 MW, PLTU Lontar Exp berkapasitas 315 MW, PLTU Babelan unit 1-2 berkapasitas 280 MW, PLTU Pindo Deli dan Paper Mill II berkapasitas 50 MW, serta PLTU Pelabuhan Ratu unit 1-3 berkapasitas 1050 MW
Dwi memperkirakan jumlah itu akan bertambah lagi dalam beberapa waktu mendatang. Pasalnya, akan ada sejumlah PLTU baru yang akan dibangun.
Setidaknya ada empat PLTU berbahan bakar batu bara yang dalam tahap pembangunan hingga saat ini yaitu PLTU Asahimas Chemical unit 1-2 berkapasitas 300 MW, PLTU Jawa-7 berkapasitas 2.000 MW, PLTU Jawa-9 atau Banten Exp. berkapasitas 1.000 MW, serta PLTU Jawa-6 atau Muara Gembong berkapasitas 2.000 MW.
Selain itu, bukan hanya PLTU, Dwi Sawung mengatakan polusi pun disebabkan pula oleh industri yang menggunakan batu bara.
"Di Jakarta ada beberapa industri yang masih pakai batu bara untuk boilernya, kalau yang besar kita tahu ada PLN, sekitar delapan di sekitar Jakarta. Kemudian juga punya swasta kayak di Babelan. Kalau main ke sana kelihatan asapnya bisa ke arah Jakarta juga, itu kelihatan warna kuning ya kayak enggak ada filter, itu bukti PLTU berdampak [pada polusi udara]," tutur Dwi.
Selain itu, lanjutnya, sejumlah industri nonpembangkit listrik di beberapa wilayah sekitar Jakarta juga masih banyak yang menggunakan bahan bakar batu bara. Menurutnya, industri-industri itu ikut menyumbang polusi udara di Jakarta.
"Non pembangkit masuk jaringan kelistrikan kita banyak juga sekitar Cibinong dan Bogor, itu industri banyak pakai batu bara. Kalau malam, asapnya ke Jakarta, kemudian di daerah Serpong (Tangerang Selatan) juga beberapa industri pakai batu bara," katanya.
 Suasana gedung bertingkat kabur karena asap polusi di Jakarta, 6 Juli 2019. (CNNIndonesia/ Hesti Rika) |
Sebelumnya, Anies menyebut salah satu penyumbang terbesar polusi udara di Jakarta adalah PLTU berbahan bakar batu bara. Ia mengatakan, pihaknya telah memiliki data terkait hal itu.
"Nanti begini saya akan presentasikan khusus karena komponen polusi Jakarta bukan hanya kendaraan bermotor tapi yang juga yang besar adalah pusat listrik tenaga batu bara itu," ujar Anies di Makam Wakaf Muslim, Cilandak Barat, Jakarta Selatan, 6 Juni 2019.
Namun, Anies tidak merinci data apa yang sudah dimiliki Pemprov. Ia menekankan, pihaknya telah serius menangani perubahan iklim yang bisa berpotensi mendatangkan bencana.
Selain itu, di tempat dan waktu terpisah Menteri Perencanaan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegero, menyatakan salah satu alasan pemerintah akan memindahkan ibu kota negara karena Jakarta saat ini dikepung polusi udara. Dalam diskusi bertema
Pindah Ibu Kota Negara: Belajar dari Pengalaman Negara Sahabat pada 10 Juli lalu, Bambang mengatakan bukan hanya polusi udara dari kendaraan bermotor, Jakarta juga dikepung polusi dari PLTU Batu Bara.
"Tapi jangan lupa sekitar Jakarta ada PLTU Batu Bara, nah di sana [ibu kota baru] kita ingin
forest city, energi-nya terbarukan dan tidak boleh lagi yang hanya sekedarnya. Intinya kita ingin bangun kota yang
liveable yang nyaman dan aman bagi penghuninya,"ujar Bambang dalam diskusi yang digelar di kantor Bappenas, Jakarta Pusat tersebut.
[Gambas:Video CNN] (mts/aud/kid)