Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) mengaku kecewa dengan hasil temuan investigatif Tim Pencari Fakta (TPF) kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK
Novel Baswedan bentukan Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang diumumkan pada Rabu (17/7).
Komisi antirasuah juga menepis tudingan penggunaan kewenangan berlebihan (
excessive abuse of power) dalam sejumlah kasus yang ditangani Novel.
Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif mengatakan pihaknya sejak awal berharap pelaku penyiraman air keras segera ditemukan. Namun, TPF belum punya perkembangan signifikan dan tak juga mengungkapkan pelakunya setelah bekerja selama enam bulan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami bayangkan hasil kerja tim ini sudah langsung menemukan siapa calon tersangka, namun dari yang kita lihat tadi belum ada calon tersangka," kata Syarif, Rabu (17/7).
Syarif setuju bahwa serangan terhadap penyidik senior Novel bukan serangan bersifat pribadi melainkan karena pekerjaannya dalam upaya pemberantasan korupsi.
 TPF kasus Novel Baswedan tak mengungkap nama pelaku. ( CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Sejak awal, kata Syarif, komisi antirasuah telah meyakini teror terhadap Novel adalah serangan terhadap institusi KPK.
Namun, Syarif mengaku kurang paham konteks
excessive abuse of power yang dimaksud tim gabungan pencari fakta. Ia menegaskan bahwa dalam melaksanakan tugasnya penyidik menggunakan wewenang sesuai hukum acara yang berlaku.
"Jadi tidak ada perbuatan penggunaan kewenangan secara berlebihan,"ucapnya.
Bahkan, kata Syarif, Novel dan tim justru diserang saat menangani kasus Buol dan hampir ditabrak saat menjalankan tugasnya. Syarif lantas mengajak semua pihak agar fokus menemukan pelaku, bukan mencari alasan atau membangun isu-isu lain.
"Pimpinan KPK akan membicarakan langkah berikutnya agar teror dan serangan seperti ini bisa ditangani, pelaku ditemukan dan hal yang sama tidak terulang kembali," katanya.
Sebelumnya, Tim Gabungan menyebut ada potensi serangan terhadap Novel karena penanganan enam kasus
high profile.
 Foto: CNN Indonesia/Fajrian |
Yakni, kasus korupsi proyek e-KTP, kasus suap sengketa pilkada yang melibatkan eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, kasus suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang melibatkan eks Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman, kasus korupsi proyek Wisma Atlet, kasus suap perizinan yang melibatkan Bupati Buol Amran Batalipu, dan asus pencurian sarang burung walet di Bengkulu.
"TPF meyakini kasus-kasus itu berpotensi menimbulkan serangan balik atau balas dendam karena adanya dugaan penggunaan kewenangan secara berlebihan atau
excessive abuse of power," kata Juru Bicara Tim Gabungan Nur Kholis.
Pihaknya hanya merekomendasikan pada Polri untuk menyelidiki lebih lanjut tiga orang tak dikenal yang diduga kuat terlibat kasus itu dan tak mengungkap nama pelaku.
[Gambas:Video CNN] (sah/arh)