Jakarta, CNN Indonesia -- Tim Terpadu Penanganan Konflik di
Jambi membongkar seluruh bangunan yang dijadikan
base camp Serikat Mandiri Batanghari (SMB) pimpinan Muslim di kawasan Distrik VIII, PT Wirakarya Sakti (WKS) Kabupaten Tanjungjabung Barat.
Pembongkaran itu dilakukan pascaterjadinya kekerasan, perampasan dan penganiayaan terhadap Tim Satgas Karhuta yang dilakukan kelompok tersebut.
"Pembongkaran yang dilakukan Tim Terpadu (Timdu) Penanganan Konflik Provinsi Jambi menggunakan alat berat. Bangunan yang berada di lokasi
base camp tersebut kini sudah diratakan dengan tanah," kata Anggota Timdu, Sigit Eko Yuwono di Jambi, Kamis (25/7) seperti dilansir
Antara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sigit mengatakan pembongkaran itu sengaja dilakukan agar tak digunakan oleh kelompok lain.
"Maka kita sudah melakukan pembongkaran di markas atau base camp SMB," katanya.
Selain itu, Sigit menerangkan dibuka pula 'Crisis Centre' terkait informasi di kawasan Distrik VIII, PT WKS. TIm pun akan memfasilitasi anggota SMB yang selama ini menjadi korban penipuan pemimpin kelompok itu, Muslim.
Sebelumnya dalam pemeriksaan diketahui ada anggota SMB yang dijanjikan Muslim bisa mendapatkan lahan dengan menyetorkan sejumlah uang.
"Nanti kita juga akan berkoordinasi dengan Kepolisian setempat seperti Polsek di sana," kata Sigit.
"Yang kita fasilitasi hanya korban dari SMB, bukan yang lain karena awalnya mereka tidak mengetahui jika lahan yang dijanjikan adalah lahan hasil rampasan," sambungnya.
Sigit mengatakan mereka yang punya rumah dipulangkan ke rumahnya dan ada pula yang pulang ke keluarganya. Sedangkan yang tidak memiliki tempat berteduh, segera dipulangkan ke daerah masing-masing.
"Untuk proses pemulangan sepenuhnya akan diserahkan kepada dinas sosial," kata Sigit.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial dan Pencatatan Sipil Provinsi Jambi Arief Munandar mengatakan saat ini pemulangan belum bisa dilakukan karena belum menerima data.
Direktur Reskrimum Polda Jambi Kombes Pol M Edi Faryadi mengatakan ada sekitar 200 anggota SMB yang melakukan berbagai macam tindak pidana, seperti pencurian, penyerangan dan lain sebagainya.
Saat ini baru 59 orang yang ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Muslim dan istrinya selaku pimpinan SMB. Edi menyebutkan, saat ini pihaknya masih melakukan pencarian terhadap sisa-sisa anggota SMB lainnya.
"Untuk anggota SMB yang di lokasi, diperkirakan sekitar 400 orang," kata Edi.
Soal aliran dana yang masuk ke Muslim melalui istrinya serta temuan narkotika jenis sabu-sabu di sekitar base camp, Edi mengatakan itu masih dalam proses penyelidikan.
Sebelumnya, tim gabungan TNI-Polri menemukan bungker dan narkoba jenis sabu di rumah yang ditempati Muslim di basecamp SMB.
Keberadaan SMB ini mengemuka setelah kekerasan yang dilakukan anggota kelompok tersebut terhadap petugas TNI dan Polri pada 13 Juli lalu.
Peristiwa penyerangan itu bermula dari kebakaran hutan seluas 10 hektare di dua lokasi pada Jumat (12/7). Pemadaman pun dilakukan untuk antisipasi kebakaran meluas.
Keesokan harinya puluhan orang yang diduga dari SMB memasuki kawasan hutan Distrik VIII yang dikelola PT Wirakarya Sakti (WKS) Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Anggota satgas dari TNI dan Polri yang bertugas pun mencegah langkah mereka karena dikhawatirkan akan melakukan pembakaran hutan lagi. Pencegahan itu berujung pada penyerangan petugas.
Petugas memeriksa barang bukti senjata api rakitan saat rilis kasus tindak pidana penghadangan, perusakan, dan penganiayaan di Mapolda Jambi, 19 Juli 2019. (ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan) |
Bantuan Hukum untuk SBMYayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) berharap polisi bisa memfasilitasi hak para tersangka untuk mendapatkan pendampingan advokat. Selain itu, Wakil Ketua Advokasi YLBHI Era Purnama Sari mengingatkan, jangan sampai bantuan hukum terhadap anggota SBM yang terjerat hukum itu sekedar untuk formalitas.
"Dalam kasus seperti ini, biasanya polisi akan menunjuk kuasa hukum semata-mata untuk sekedar 'formalitas'. Jangan sampai seperti itu, harus dipastikan mereka (para tersangka) mendapatkan bantuan hukum yang selayaknya," kata Era saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Rabu (24/7).
Era pun juga mengaku hingga kini belum dapat informasi mengenai pihak mana yang akan memberikan bantuan hukum kepada para tersangka.
Era juga mengingatkan pihak berwenang dapat memproses para tersangka dengan mengikuti prosedur hukum dan aturan HAM yang berlaku, tanpa ditambahkan unsur kekerasan.
"Jika memang mereka (para tersangka) melanggar (hukum), maka silakan diproses hukum. Namun harus mengikuti prosedur dan aturan HAM. Perbuatan menyiksa atau penggunaan kekerasan itu tidak hanya melanggar kode etik, namun bisa masuk ranah pelanggaran hukum juga," katanya.
Kepala Bidang Humas Polda Jambi, Komisaris Besar Polisi Kuswahyudi Trenadi saat ini fokus aparat adalah untuk mencari pelaku yang belum tertangkap.
"Belum ada infonya (mengenai kuasa hukum) ya, sekarang kita fokus menangkap sisa(pelaku)nya dulu," katanya.
(antara/ary/kid)