Sofyan Basir Disebut Percepat Proses Persetujuan Proyek PLTU

CNN Indonesia
Senin, 05 Agu 2019 20:11 WIB
Kepala Divisi Independen Power Producer (IPP) PLN Muhammad Ahsin Sidqi mengatakan Sofyan Basir menandatangani persetujuan jual beli sebelum ada LOI pada 2017.
Mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Divisi Independen Power Producer (IPP) PLN Muhammad Ahsin Sidqi menyebut eks Direktur Utama PLN (Persero) yang kini menjadi terdakwa kasus suap proyek PLTU Riau-1 Sofyan Basir mempercepat tanda tangan persetujuan jual beli energi listrik pada proyek PLTU Riau-1.

Hal itu dikatakan Ahsin saat bersaksi dalam sidang pemeriksaan saksi Sofyan Basir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (5/8).

Ahsin menceritakan lembar penjualan listrik atau power purchased agreement (PPA) proyek PLTU itu ditandatangani saat Sofyan hendak berangkat pergi ke luar negeri pada tahun 2017. PPA merupakan Perjanjian jual beli energi listrik antara perusahaan produsen listrik swasta (Independen power producer/(IPP) dengan PLN. PPA itu ditujukan salah satunya untuk perusahaan Blackgold Natural Resources (BNR) yang diwakili oleh pengusaha Johannes B Kotjo. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Benar saya hadap beliau [Sofyan Basir]. Kondisi saat itu beliau sedang mau ke luar negeri menunggu di bandara. Akhirnya dipersiapkan [lembar PPA] jaga-jaga kalau pak SB pulang semua persyaratan terpenuhi ya, PPA ada," kata Ahsin.

Ahsin menjelaskan bahwa persiapan penandatanganan PPA itu dilakukan karena khawatir Sofyan memperpanjang waktunya berpergian ke luar negeri. Sedangkan PLN saat itu sedang mempercepat persetujuan penjualan listrik.
Dalam dakwaan Sofyan Basir, penandatanganan  PPA itu seharusnya dilakukan setelah ada letter of intent (LOI). Namun, PPA ditandatangani Sofyan sebelum ada LOI.

Sofyan melakukan rapat konsinyering pada 22-23 September 2017 untuk menyetujui PPA. Sedangkan pada 29 September 2017, kesepakatan untuk menandatangani PPA untuk PT BJBI dengan BNR, Ltd dan CHEC, Ltd disepakati  untuk mempercepat proses kesepakatan akhir proyek PLTU Riau-1.

PPA itu dikeluarkan tertanggal 6 Oktober 2017. Namun, LOI proyek tersebut ditandatangani pada 17 Januari 2018.

Saksi lainnya, Direktur Human Capital Management PT PLN Muhamad Ali mengaku tidak mengerti terkait urusan teknik sebuah proyek.

Ali mengatakan hal itu yang menyebabkan dirinya lantas menandatangani pengadaan proyek PLTU Riau-1 saat Kepala Divisi Independen Power Producer (IPP) PT PLN Muhammad Ahsin Sidqi mengatakan proyek itu sudah layak.

Soal PPA itu sempat dipertanyakan oleh Jaksa KPK Ronald Worotikan.

Jaksa lantas menanyakan apakah Ali tau bahwa PPA ditandatangani Sofyan Basir tanpa LOI.
Ali menjawab baru mengetahui fakta tersebut setelah ditunjukan oleh penyidik KPK. Ia juga menyebut terdapat banyak kolom tanda tangan yang belum terisi. Sedangkan milik Sofyan sudah terisi.

Ali menambahkan pihaknya bersama para direksi sering membahas terkait sejumlah proyek PLN dalam pertemuan-pertemuan tidak formal.

Ia mengatakan salah satunya adalah pembahasan terkait proyek PLTU Riau-1.

"Makan siang bersama tujuannya saling update. Memang tidak tertulis, yang mulia, tapi kita di-update kondisi terbaru. Salah satunya Pak Sofyan update perkembangan mulut tambang walaupun tidak hanya Riau-1," kata Ali.

Pertanyakan Eni Saragih

Dalam kesaksiannya, Ahsin Sidqi juga mengaku sempat mempertanyakan kehadiran mantan wakil ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih yang beberapa kali hadir dalam sejumlah pertemuan atau rapat dengan beberapa pejabat PLN termasuk eks Dirut perusahaan tersebut, Sofyan Basir.

Pertemuan-pertemuan itu membahas soal proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. 

Ahsin menilai kehadiran Eni sebagai anggota DPR turut ambil bagian dalam rapat internal yang melibatkan perusahaan, aneh.

 "Saya waktu itu tidak tahu Ibu Eni anggota DPR. Hanya saja oleh penyidik KPK disampaikan, kalau ada anggota DPR ikut pertemuan perlu enggak? Maka pendapat saya tidak perlu," kata Ahsin.
Ahsin mengaku tidak pernah paham maksud dari kunjungan Eni ke kantor PLN dalam beberapa pertemuan tersebut. Ia mengakui hanya menerka-nerka ada kepentingan  yang dibawa saat itu.

"Saya memang tidak tau dia sebagai apa. Karena, asumsi saya kalau orang datang ke PLN mungkin punya kepentingan," tambah dia.

Dalam kasus ini, Sofyan Basir didakwa memberikan kesempatan, sarana dan keterangan agar sejumlah pihak menerima suap terkait proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.

Tim jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi menyebutkan pihak dimaksud adalah mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni M Saragih, pengusaha Blackgold Natural, Johannes B Kotjo, dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham.
[Gambas:Video CNN] (ani/ugo)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER