Jakarta, CNN Indonesia -- Pernyataan budayawan Betawi
Ridwan Saidi mengenai Kerajaan
Sriwijaya fiktif dan hanya kelompok bajak laut mengundang kecaman dari kalangan ahli sejarah dan arkeolog. Salah satunya Retno Purwanti, arkeolog dari Badan Arkeologi Sumatra.
Sebelumnya Ridwan Saidi berpendapat Prasasti Kedukan Bukit di Palembang yang selama ini menjadi salah satu bukti keberadaan Kerajaan Sriwijaya ditulis menggunakan bahasa Armenia yang digunakan sebagian ras atau bangsa Arya. Ridwan berujar, kebanyakan peneliti sejarah dan arkeolog salah dan ngelantur memahami aksara dan bahasa dalam prasasti.
Retno membantah, dia menjelaskan bahwa Prasasti Kedukan Bukit ditulis menggunakan aksara atau huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno, bukan Armenia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ridwan Saidi yang
ngelantur. Memangnya Ridwan Saidi bisa baca aksara Pallawa dan paham bahasa Melayu Kuno?" ujar Retno di Palembang, Kamis (29/8).
Retno menjelaskan, prasasti pertama yang ditemukan dan menyebutkan nama-nama Sriwijaya adalah Prasasti Kota Kapur yang ditemukan pada tahun 1892 di pesisir barat Pulau Bangka oleh ahli epigrafi Belanda, Johan Hendrik Caspar Kern
Dulu, kata dia, Kern menduga bahwa Sriwijaya adalah nama raja dan tulisan mengenai hal tersebut diterbitkan pada 1913. Kemudian pada 1918 George Coedes juga menerbitkan tulisan dengan judul "Le Royueme Sriwijaya" yang mengidentifikasi nama Sriwijaya sebagai nama kerajaan.
"Penemuan prasasti Kedukan Bukit ada tiga pertanggalan. Pertanggalan yang ngetop adalah yang menyebut 'Vanua Sriwijaya' pada 16 Juni 682 berdasarkan konversi Masehi. Selain itu ada prasasti Telaga Batu yang menyebut struktur wilayah dan struktur birokrasi Sriwijaya. Ada prasasti Talang Tuo berangka tahun 686 Masehi tentang Taman Sriwijaya," jelas Retno.
Selain di Palembang, ditemukan tidak kurang dari 19 situs yang sudah diteliti para arkeolog menggunakan carbon dating atau C14 yang menghasilkan pertanggalan dalam rentang 650-686 masehi. Situs tersebut terbukti sejaman dengan Prasasti Kedukan Bukit dan Talang Tuo. Banyak temuan arca yang gaya seninya dari abad ke-9 serta abad ke-7 yang merupakan arca Buddha dari Bukit Siguntang Palembang.
"Masih banyak bukti lain yang mendukung pada abad 7-10 masehi. Di prasasti memang terteranya bukan 'Kerajaan Sriwijaya', tapi 'Kadhatuan'. Rajanya disebut dhatu," ujar dia.
Retno pun berujar agar Ridwan Saidi tak perlu lagi melontarkan pernyataan kontroversial tersebut. Retno menyebut, pada empat tahun lalu, budayawan Betawi tersebut pernah mengeluarkan pernyataan yang sama. Pernyataan Ridwan Saidi berdasarkan penemuan Guru Besar Arkeologi Universitas Indonesia Agus Aris Munandar pada 13 Juli 2013 Saat menemukan sumur di Candi Kedatoan, situs Muara Jambi, provinsi Jambi. Dalam temuan tersebut, Agus mengatakan bahwa Kerajaan Sriwijaya pernah berpusat di Jambi.
"Dari situ Ridwan Saidi bilang, Sriwijaya tidak pernah ada di Palembang tapi di Jambi. Terus pernyataan itu heboh di seluruh media. Tapi saat komentarnya enggak jelas, tampaknya media tidak tertarik lagi. Nah sekarang bikin onar lagi," kata Retno.
[Gambas:Video CNN] (idz/ain)