Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur Sumatra Selatan (
Sumsel) Herman Deru merespons pernyataan budayawan Betawi
Ridwan Saidi yang mengatakan
Sriwijaya merupakan kerajaan fiktif. Herman mengimbau masyarakat tidak membahas lebih jauh mengenai pendapat pribadi Ridwan tersebut.
Herman mengatakan, Kerajaan Sriwijaya memiliki sejarah panjang dan besar yang sudah dibuktikan oleh para ahli sejarah dan arkeolog. Bukan hanya masyarakat Indonesia yang bangga akan sejarah tersebut, namun sudah diakui oleh masyarakat internasional. Banyak ahli sejarah yang datang langsung ke Palembang untuk belajar mengenai Kerajaan Sriwijaya.
"Enggak semuanya harus kita bahas karena adanya Kerajaan Sriwijaya sudah dibuktikan para ahli, dan itu tidak seketika, tapi melalui penelitian. Jadi tidak bisa dipatahkan hanya oleh pendapat satu orang saja," ujar Herman, Rabu (28/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Herman mengatakan sudah banyak situs arkeologi yang berhubungan dengan Kerajaan Sriwijaya. Bahkan prasasti berbahasa kuno yang sudah bisa diterjemahkan membuktikan keberadaan Sriwijaya ditemukan tidak hanya di Palembang, namun di daerah bahkan negara lain. Naskah kuno dari China pun memperkuat bukti bahwa Kerajaan Sriwijaya pernah berkuasa di Nusantara bahkan meluas ke negara lain.
 Herman Deru. ANTARA FOTO/Budi Haryanto |
"Banyak peninggalan sejarahnya, arkeolog sudah turun jadi temuan tersebut tidak bisa dipatahkan begitu saja. Kita percaya bahwa Kerajaan Sriwijaya itu ada dan petilasannya banyak. Dari bukti sejarah saja, itu [pendapat pribadi] jangan didengar. Itu hanya pendapat pribadi saja yang diungkapkan," kata dia.
Senada, Arkeolog dari Balai Arkeologi Sumatera Selatan Retno Purwanti berujar, pernyataan Ridwan Saidi yang menyebutkan Sriwijaya sebagai kerajaan fiktif sangat tidak mendasar karena tidak disertai bukti yang kuat.
"Mungkin cari sesuatu sensasi atau apalah, nggak usah ditanggapi terlalu serius. Apalagi pernyataan itu kan nggak lengkap ya, jadi saya pikir kalau ditanggapi buat capek saja. Ini sama saja dengan menghilangkan sejarah Indonesia," ujar Retno.
Dia menjelaskan, bukti adanya Kerajaan Sriwijaya pertama kali ditemukan oleh sejarawan asal Prancis George Coedes pada 1918 di Prasasti Kota Kapur pesisir barat Pulau Bangka. Lalu ahli epigrafi berkebangsaan Belanda bernama H Kerm akhirnya membahas temuan itu.
Setelah itu, prasasti lainnya yang berhubungan dengan Kerajaan Sriwijaya mulai ditemukan baik yang masih dalam keadaan utuh maupun pecahan-pecahan. Serta arca-arca dan situs-situs yang ditemukan pun telah dibuktikan menggunakan carbon dating atau C-14 dengan skor 7.
Arkelog dari berbagai negara seperti Inggris, Jepang, India, dan SIngapura sempat datang ke Palembang pada 2014 lalu untuk mengikuti seminar internasional membahas Sriwijaya.
Penulis berkebangsaan Jepang Takashi Suzuki bahkan telah dua kali menerbitkan buku nonfiksi tentang kerajaan Sriwijaya. The History of Srivijaya Under The Tributary Trade System of China diterbitkan pada 2012 dan buku kedua The History of Srivijaya Angkor and Champa yang terbit pada 2019.
"Itu juga memperkuatkan jika kerajaan itu bukan fiktif. Bahkan sampai sekarang ibukota Sriwijaya jadi rebutan. Ada yang bilang di Palembang, Jambi, Pekanbaru, Medan, Malaysia bahkan Thailand. Kalau fiktif tidak mungkin sampai direbutkan begitu," ujar dia.
Diketahui kanal Youtube Macan Idealis mengunggah dua video berjudul Kerajaan Sriwijaya palsu dan fiktif serta hanyalah bajak laut yang beroperasi di wilayah nusantara. Video tersebut diunggah pada Jumat (23/8) serta Minggu (25/8).
Dalam video tersebut, Vasco Ruseimy berbincang bersama Ridwan Saidi mengenai sejarah Kerajaan Sriwijaya yang palsu dan fiktif. Ridwan Saidi pun berujar Kerajaan Sriwijaya sebenarnya hanyalah bajak laut yang beroperasi di perairan nusantara untuk merampok kapal perdagangan pada abad ke-7.
(idz/ain)