Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana
revisi UU KPK dianggap sebagai upaya penelikungan rakyat atas hak untuk mendapatkan pejabat publik yang bebas dari berlaku curang melakukan tindak pidana korupsi.
"DPR maupun presiden sedang melakukan penelikungan kepada pemilih pemilu kemarin. Revisi UU
KPK adalah arena pertarungan antara rakyat Indonesia melawan DPR dan presiden," ujar Pengamat politik dari Esposit Strategic, Arif Susanto, di Kantor Transparency International Indonesia (TII), Jakarta, Jumat (6/9).
Arif mengatakan rencana revisi UU KPK dinilai sebagai kesepahaman yang sudah diambil DPR dan Presiden. Itu, sambungnya, bisa dilihat dari pernyataan-pernyataan yang keluar dari mulut anggota dewan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pernyataan DPR bilang sudah sepakat, presiden bilang belum tahu. Saya jengkel presiden enggak tahu tentang hal yang substansial ini, lalu presiden ini kerjanya apa?" kata Arif.
Selain itu, Arif menduga ada keterkaitan pula antara revisi UU KPK dan
tax amnesty pada 2015 silam.
"Ada pola terutama sejak tahun 2015, ada
tendency untuk bagi tugas revisi UU KPK jadi inisiatif DPR dan UU tax amnesty jadi inisiatif presiden. Keliatan ada barter," ungkapnya.
Di satu sisi, Arif pun menilai Jokowi bukanlah presiden yang betul-betul konsisten dalam upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi di INdonesia. Jokowi dianggap tidak konsisten karena tak bisa menegaskan sikap terhadap upaya pelemahan kinerja KPK dari tahun ke tahun.
"Presiden punya sikap
apologetic, misalnya tentang capim KPK presiden menyerahkan itu kepada pansel. Ketika muncul kasus cicak buaya yang berseri itu presiden bilang tidak punya hak untuk melakukan intervensi hukum," tambahnya.
Hal serupa juga diamini Research and Advocacy Manager Seknas Fitra, Badiul Hadi, mengatakan hal tersebut terbukti dari pidato kenegaraan yang di Sentul, Kabupaten Bogor beberapa waktu lalu.
"Presiden hanya melihat nilai ekonomis dari pemberantasan korupsi. Dia bilang bukan hanya penangkapan orang, tapi berapa uang negara yang bisa diselamatkan (dalam pemberantasan korupsi oleh KPK). Justru proses pencegahan, penindakan juga jadi ranah KPK," ujar Badiul.
Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center Arif Nur Alam mengatakan idealnya presiden berada di depan dalam penegasan pemberantasan korupsi dan menangkal pelemahan KPK.
"Kalau kita melihat upaya melemahkan KPK, terlepas proses (penanganan terhadap upaya melemahkan KPK) yang sudah berjalan walaupun belum maksimal, kehadiran itu dibutuhkan. Kita butuh kehadiran presiden, dia harus hadir dalam menyelesaikan permasalahan ini," ujar Alam.
Itu pun diamini Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia Kaka Suminta, namun dirinya masih belum melihat ketegasan Jokowi tersebut.
"Saya melihat postur Jokowi tidak tepat berdiri sebagai posisi sebagai presiden. Dia agak labil, DPR juga infantil," ujarnya.
Sebelumnya dalam sidang Paripurna, DPR mengesahkan revisi UU KPK untuk dibahas sehari lalu.
Semua fraksi setuju DPR menjadi pihak yang menginisiasi revisi atas undang-undang tersebut. Langkah tersebut kemudian menuai kritik dari berbagai arah, termasuk dari internal KPK. Revisi UU KPK dianggap justru dapat melemahkan kinerja lembaga antirasuah.
[Gambas:Video CNN] (fey/kid)