Manajer Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial Kelas Walhi, Wahyu A Perdana mengatakan pemerintah melakukan penegakan hukum semu dalam kasus karhutla ini. Menurutnya, Polri baru sebatas menjerat individu atau pelaku lapangan, namun belum menyentuh perusahaan yang disinyalir terlibat.
Berdasarkan rilis yang disampaikan Polri, Rabu (18/9), telah ditetapkan 230 orang tersangka kasus karhutla di sejumlah daerah.
Rincian para tersangka itu berada di Riau sebanyak 47 tersangka, Sumatera Selatan 27 tersangka, Jambi 14 orang tersangka, Kalimantan Selatan 2 tersangka, Kalimantan Tengah 66 tersangka, Kalimantan Barat 62 tersangka, dan Kalimantan Timur 12 tersangka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara untuk korporasi, kepolisian baru menjerat 5 perusahaan sebagai tersangka. Mereka antara lain, PT SSS di Riau, PT Bumi Hijau Lestari di Sumatera Selatan, PT Palmindo Gemilang Kencana di Kalimantan Tengah, dan PT SAP dan Sizu di Kalimantan Barat.
"Bisa dilihat bahwa penegakan hukum masih menyasar orang per orangan dan belum serius menyasar korporasi. Sedangkan untuk KLHK, masih belum diketahui maksud dari penyegelan yang dilakukannya," kata Wahyu kepada CNNIndonesia.com.
Wahyu menyatakan dalam kasus karhutla yang masuk kategori kejahatan luar biasa, perusahaan yang memiliki konsensi harus bertanggung jawab mutlak. Polisi tak perlu ragu dalam mengusut keterlibatan perusahaan dalam kasus karhutla di sejumlah daerah ini.
Selain itu pemerintah juga harus tegas mencabut izin konsensi perusahaan yang terbukti melakukan karhutla. Pasalnya, dari data yang disampaikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sebagian besar kebakaran ini terjadi di lahan konsensi.
"Kalau kita menyerah meminta korporasi tanggung jawab kerugian dan biaya pemulihan lingkungan hidup, pidana atau perdata kita akan dihadapkan terus nanti dalam kondisi yang sama di tahun-tahun berikutnya," ujarnya.
Wahyu mengatakan Jokowi tak cukup hanya dengan turun ke lapangan melihat lokasi karhutla lalu memberikan pernyataan kepada awak media. Menurutnya, yang harus dilakukan Jokowi adalah membuat kebijakan strategis dan melakukan evaluasi total atas kerja yang dilakukan dalam menangani karhutla.
"Karena kalau turun dan memberikan statemen nanti enggak beda dengan saya. Jadi maksudku itu, ada wewenang yang lebih tapi tidak diupayakan seratus persen," tuturnya.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan bahwa Jokowi meski berada di Jakarta terus memantau penanganan karhutla yang terjadi di beberapa daerah di Sumatera dan Kalimantan. Selain itu Jokowi juga sudah memantau langsung karhutla di Riau.
"Di situlah presiden ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa semangat untuk menanggulangi karhutla bukanlah sebuah retorika," kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (17/9).
Moeldoko meminta agar pemerintah daerah juga bekerja keras lagi menangani masalah karhutla ini. Menurutnya, jangan semua permasalahan di lempar kepada pusat untuk ditangani.
"Tapi (pemerintah daerah) harus bekerja keras lagi karena presiden yang sibuknya luar biasa mau duduk di situ (berkunjung ke Riau). Sebuah pesan moral yang disampaikan presiden," ujarnya.
Terkait pencopotan Kapolda dan Pangdam yang tak bisa menangani karhutla, Moeldoko menyebut hal itu perlu menunggu situasi kembali normal. Mantan Panglima TNI itu menyatakan dalam kondisi kritis seperti saat ini tak bisa serta merta langsung mencopot pejabat terkait.
"Tapi nanti setelah titik kritis ini dilewati, akan ada evaluasi. Jadi saya pikir ini titik kritis yang perlu ada penanganan, semua orang berkonsentrasi. Setelah itu baru dievaluasi," tuturnya.
(fra/osc)