Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur DKI Jakarta
Anies Baswedan resmi mencabut kasasi sengketa lahan
Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta Timur. Gugatan itu diajukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak era Basuki Tjahaja Purnama alias
Ahok.
Menilik ke belakang, sengketa lahan Bidara Cina sudah berlangsung cukup lama, tepatnya 2015 silam. Sengketa ini bermula dari rencana Pemprov DKI Jakarta dan pemerintah pusat yakni Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) menggarap proyek pembangunan sodetan sepanjang Kali Ciliwung hingga ke Kanal Banjir Timur (KBT).
Proyek itu dibangun sebagai bentuk pembenahan Jakarta dalam mengatasi banjir. Kawasan Bidara Cina menjadi salah satu kawasan yang terkena pembebasan lahan untuk memuluskan proyek tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun banyak warga yang menentang penggusuran dengan berbagai alasan. Mulai dari ketidakcocokan jumlah lahan yang digusur hingga besaran ganti rugi.
Masyarakat pun melayangkan sejumlah gugatan kepada DKI Jakarta. Penelusuran
CNNIndonesia.com, gugatan pertama dilayangkan pada tanggal 15 Juli 2015 dengan nomor 321/PDT.G/2015/PN JKT.PST. Gugatan oleh warga ini diwakili salah satu pengacara, yaitu Alexandro P Simorangkir.
Gugatan itu dilayangkan kepada tiga pihak, yakni Gubernur DKI Jakarta, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Cq Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane dan Joko Widodo sebagai mantan Gubernur DKI Jakarta.
Hakim memutuskan warga memenangkan gugatan tersebut tanggal 31 Agustus 2015. Dalam persidangan itu, gugatan para warga diterima dan menyatakan sertifikat nomor 227/Bidaracina tidak sah dan mengikat secara hukum. Kemudian putusan pengadilan mengamanatkan para tergugat untuk melakukan pergantian biaya tanah dan bangunan sodetan Kali Ciliwung.
"Harga tanah per meter persegi Rp25 juta dan harga bangunan per meter persegi Rp3 juta. Menyatakan pembayaran penggantian dapat diberikan melalui Ketua RT," jelas putusan tersebut.
Pada 6 September 2017, Gubernur DKI mengajukan banding dan kembali kalah pada tanggal 27 Mei 2019. Di tingkat terakhir, DKI akhirnya mengajukan kasasi pada tanggal 2 Juli 2019.
Sementara untuk gugatan kedua dilayangkan dengan nomor 59/G/2016/PTUN-JKT pada tanggal 15 Maret 2016. Adapun pihak penggugat yang tercatat ialah Galuh sebagai warga yang diwakilkan oleh Jamaluddin Karim sebagai kuasa hukum dan pihak tergugat Gubernur DKI Jakarta.
Dalam putusan hakim tanggal 25 April 2016 menyatakan bahwa Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2779 Tahun 2015 yang dikeluarkan mantan Gubernur DKI Jakarta Ahok tidak sah.
Peraturan tersebut berisikan tentang Perubahan Atas Keputusan Gubernur Nomor 81 Tahun 2014 Tentang Penetapan Lokasi Untuk Pembangunan Inlet Sudetan Kali Ciliwung Menuju Kanal Banjir Timur di Keluarahan Bidara Cina, Kecamatan Jatinegara, Kota Administrasi Jakarta Timur.
"Kemudian memerintahkan tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2779 Tahun 2015," isi putusan tersebut.
Beberapa waktu kemudian DKI kembali mengajukan kasasi tanggal 29 April 2016 dengan nomor surat pengiriman berkas kasasi W2-TUN1.1256/HK.06/V/2016. Saat itu yang mengajukan gugatan kasasi adalah Ahok sendiri.
Belakangan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melalui Biro Hukum DKI Jakarta memutuskan untuk menarik kembali kasasi tersebut. Anies mengatakan telah mencabut gugatan kasasinya di Mahkamah Agung dan memilih mengikuti putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Tidak jadi banding intinya. Jadi kita menerima keputusan pengadilan dan memutuskan tidak meneruskan proses gugatannya," kata Anies di Monas, Jakarta, Kamis (19/9).
Anies menjelaskan pencabutan gugatan kasasi dilakukan agar proyek sodetan Kali Ciliwung hingga Kanal Banjir Timur bisa berjalan.
"Supaya segera dibuat sodetannya. Tapi sodetannya tidak bisa terjadi karena masih terkendala lahan. Begitu itu dicabut, itu jalan langsung," tegas dia.
(ctr/osc)